KBRT – Reyeng, wadah tradisional dari bambu untuk mengemas ikan pindang, masih menjadi sumber penghasilan tambahan bagi ibu rumah tangga di Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek. Hampir setiap rumah memproduksi reyeng sebagai pekerjaan sampingan yang dikerjakan di sela waktu mengurus rumah tangga.
Setelah menyelesaikan pekerjaan dapur, para ibu langsung melanjutkan aktivitas membuat reyeng dari bilah bambu yang diirat tipis. Aktivitas ini dianggap cukup produktif karena bisa dikerjakan di rumah dan menghasilkan uang.
“Kalau motivasinya ya jelas dapat uang, buat sampingan,” ujar Diana, ibu rumah tangga di Watulimo, Jumat (13/06/2025).
Diana mengatakan, ia telah 21 tahun menekuni kerajinan reyeng. Dalam sehari, ia mampu membuat sekitar 100 biji reyeng yang siap jual. Diana yang berasal dari Tulungagung ini mengaku fenomena tersebut tidak ditemukan di daerah asalnya, dan menurutnya keberadaan pengrajin reyeng di Watulimo berkaitan dengan kedekatan lokasi dengan kawasan pesisir.
Meski harga reyeng kerap mengalami penurunan, Diana tetap memproduksi reyeng setiap hari. Ia menyebut harga sangat bergantung pada musim ikan.
“Tergantung harga, kalau harga bagus dijual, kalau harga murah dibuat stok, kan buat sampingan,” ucapnya.
Senada dengan Diana, Rukmini—pengrajin reyeng lainnya—juga rutin memproduksi reyeng sebagai usaha rumahan. Ia mengaku telah lebih dari 20 tahun menjalani aktivitas tersebut.
Dengan bermodal bambu seharga Rp17 ribu per lonjor, Rukmini juga bisa memproduksi sekitar 100 reyeng per hari secara manual, hanya menggunakan pisau yang sudah ia kuasai dengan terampil.
Berbeda dengan Diana yang menjual reyeng saat harga tinggi, Rukmini memilih menjualnya ketika persediaan di rumah sudah penuh.

Ia menyebut ada tiga ukuran reyeng: kecil, sedang, dan besar. Namun, mayoritas pengrajin saat ini fokus pada ukuran sedang karena mengikuti ukuran ikan tangkapan yang tidak menentu.
“Untuk reyeng ukuran sedang sekarang dijual Rp280 per biji,” kata Rukmini.
Ia juga mengungkap bahwa beberapa tahun lalu, kelompok pengrajin reyeng di wilayahnya sempat menerima bantuan berupa mesin irat bambu dari pemerintah. Satu unit mesin itu diperuntukkan untuk satu kelompok yang terdiri dari lima pengrajin.
Namun, mesin tersebut jarang digunakan karena keterbatasan daya listrik di rumah para pengrajin.
“Listrik rumah kami tidak kuat, jadi masih irat manual,” tuturnya.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz