Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Banyu Nget: Wanawisata yang Dulu Dielu-elukan, Kini Terlupakan

Before Post

Banyu Nget, yang dulunya dikenal sebagai wana wisata (wisata alam) sungai yang populer di Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, kini tampak terbengkalai dan tak terawat. Banyak bangunan mulai lapuk dimakan usia. Kabar Trenggalek melakukan liputan di lokasi untuk menggambarkan bagaimana kondisinya saat ini (5/08/24).

Sekilas Tentang Banyu Nget

jalan-masuk-tempat-wisata-banyu-nget-trenggalek
Foto : Kabar Trenggalek

 

Pada tahun 2016, nama Banyu Nget (banyu anget/hangat) atau Kedung Urang Kambu mulai dikenal luas sebagai tempat wisata. Tidak hanya warga Watulimo, tetapi banyak juga warga dari luar kecamatan yang tertarik mengunjungi wanawisata yang dikembangkan oleh masyarakat tersebut.

Banyu Nget merupakan sebutan untuk sebuah kedung (danau kecil) yang berada di antara aliran sungai. Warga sekitar mengenal nama sungai tersebut sebagai Kali (sungai) Keping. Di aliran sungai ini juga terdapat Kedung Urang Kambu, yang lokasinya berada di atas Banyu Nget.

Meskipun awalnya Kali Keping diinisiasi oleh masyarakat sekitar sebagai tempat wisata, lokasinya berada di area kepemilikan Perhutani. Ketika destinasi ini mulai banyak diminati wisatawan, Perhutani mengambil peran dalam pengembangannya, misalnya dengan menambah beberapa bangunan seperti jembatan penyeberangan di atas sungai yang dinamai Jembatan Kangen.

Berbagai upaya branding dan promosi dilakukan oleh pihak pengelola untuk menarik minat masyarakat agar berwisata ke Banyu Nget. Hasilnya, beberapa tahun kemudian, Banyu Nget mampu mendatangkan ribuan wisatawan setiap bulannya.

“Setelah di-launching branding canopy di Banyu Nget ini, minat pengunjung untuk datang meningkat. Sebelumnya kisaran 400 pengunjung setiap bulan. Setelah dikembangkan dan diresmikan, kini bisa mencapai kisaran 2.000 hingga 4.000 pengunjung setiap bulannya,” terang Andi Iswindiarto, Wakil Kepala Administratur Perhutani BKPH Kediri Selatan, Minggu (25/2/2018), dikutip dari Travel Kompas.

Bahkan menurut Andi, pada bulan tertentu jumlah pengunjung bisa tembus 8.000. Namun, kondisi tersebut sangat berbeda dengan kondisi terkini. Wana Wisata Banyu Nget kini tak lagi dikunjungi masyarakat karena terbengkalai.

Terbengkalai Karena Covid-19 dan Problem Pengurus

Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 melumpuhkan banyak hal, termasuk sektor pariwisata. Pembatasan interaksi antar manusia memaksa Pemerintah Trenggalek menutup sementara kunjungan masyarakat ke tempat wisata, termasuk di Banyu Nget.

Selain Covid-19, Sugeng, warga Desa Dukuh yang pernah terlibat dalam pengembangan Banyu Nget sejak awal, menuturkan bahwa ada ketidakharmonisan yang terjadi di antara pengelola. Permasalahan ini menjadi alasan kuat mengapa Banyu Nget ditinggalkan begitu saja.

“Adanya wabah Covid-19 dan pengelolaan yang kurang profesional membuat hubungan masyarakat renggang, sehingga enggan untuk menghidupkannya kembali,” terang Sugeng melalui saluran telepon.

Sugeng pernah terlibat dalam pembuatan Jembatan Petung kala itu. Ia bersama warga lainnya bahu-membahu patungan membangun jembatan dari bambu. Setelah mendapat perhatian dari pihak terkait, salah satunya Perhutani, jembatan tersebut diganti dengan jembatan gantung yang dinamai Jembatan Kangen. Keterlibatan Sugeng terhenti ketika konflik mulai muncul di antara para pengelola. Beberapa pengelola mulai selektif memilih siapa saja yang menjadi pengurus, bahkan mengganti beberapa warga yang sudah tidak aktif.

Kealpaan Pemerintah Desa Dukuh

Meskipun Banyu Nget berada di wilayah Desa Dukuh, sayangnya tidak mendapatkan perhatian khusus dari pihak pemerintah desa. Hal ini dikarenakan belum ada MOU antara pengelola wisata dengan pemerintah desa, sebagaimana dijelaskan oleh Mulyani, Kepala Desa Dukuh.

“Setahu saya belum ada kerjasama antara pengelola Banyu Nget dengan desa, sehingga kami tidak bisa memperhatikan lebih lanjut,” terangnya melalui sambungan telepon.

Mulyani mengaku sempat merencanakan pembahasan wanawisata tersebut dalam musyawarah desa, namun tidak berlanjut karena pengelola belum memiliki kelengkapan administrasi.

“Pernah mau saya bawa ke musdes, namun pihak pengelola belum memiliki semacam ADART, sehingga tidak ada MOU,” jelasnya.

Meskipun saat ini Banyu Nget dalam keadaan terbengkalai, pihaknya tetap berkeinginan untuk membantu menghidupkan kembali Wanawisata Banyu Nget.

Potret Banyu Nget Saat Ini

Setiba di gapura masuk Banyu Nget, tampak pos penjagaan kosong. Beberapa bagian telah berdebu dan lapuk. Di bagian dalam, terpajang papan pengurus Banyu Nget yang sudah mulai usang.

Lebih masuk, lapangan parkir yang dulunya luas, kini sebagian telah ditumbuhi rumput liar. Papan nama brand Banyu Nget masih berdiri kokoh, namun sekelilingnya dipenuhi rumput liar.

Semakin ke dalam, jalan paving menuju lokasi tampak tidak terawat dan lama tidak dilalui banyak orang. Jembatan Kangen masih kokoh membentang, meskipun beberapa kayunya sudah mulai lapuk, dan tiang besi penopang jembatan terlihat berkarat.

Foto : Kabar Trenggalek

 

Beberapa fasilitas toilet hampir tidak bisa difungsikan lagi. Warung-warung yang dahulu ramai kini hanya tinggal puing-puing. Meskipun bangunan yang dibuat pengelola tampak sudah tidak layak lagi, aliran Sungai Tawing tetap bersih dan airnya jernih. Ikan Wader dan udang-udang sungai terlihat jelas dari permukaan air.

Foto : Kabar Trenggalek

Kedung Banyu Nget tampak dangkal, terlihat jelas karena airnya yang jernih. Begitu juga dengan Kedung Urang Kambu. Kendati sudah bertahun-tahun tidak lagi dikelola manusia, kealamiannya berangsur-angsur pulih.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *