Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Hal Menarik tentang Rebo Wekasan, dari Sejarah hingga Cara Menyikapinya

'Rebo Wekasan' adalah sebutan yang diberikan masyarakat Jawa terhadap hari rabu terakhir di bulan Syafar. Pada hari ini, masyarakat Jawa meyakini Allah menurunkan seluruh bala lada satu tahun dari lauhul mahfudz menuju langit dunia. Ada Ulama berpendapat pada hari rabu terakhir bulan Shafar tersebut Allah menurunkan sekitar 320.000 bala. Dan hari ini Rabu (21/09/2022) bertepatan hari rebo wekasan.Kepercayaan ini tak hanya ada di sebagian masyarakat jawa, namun juga ada di sebagian masyarakat Aceh, yakni di bagian Aceh barat daya. Masyarakat tersebut memberikan julukan Rebo Wekasan sebagai Rabu Abeh.Tak hanya daerah tersebut, sebagian masyarakat yang ada di Sumenep Madura juga ada pengistilahan untuk hari rabu terakhir di bulan Shafar. Bahkan memiliki tradisi dalam peringatannya, yakni Sedekah Tajin Safar.Bagi masyarakat Sumenep, sedekah Tajin Safar memiliki tujuan untuk mencari berkah dan keselamatan dari berbagai macam bala dan bahaya pada saat Rebo Wekasan. Bentuk tradisi sedekah ini dengan membagikan kudapan kepada tetangga ataupun orang-orang terdekat mereka, terutama tokoh masyarakat seperti Kiai.Sementara di kalangan masyarakat Aceh memiliki tradisi Makbegang. dimana dalam tradisi ini seorang Teungku, tokoh agama, dan masyarakat setempat melakukan do'a bersama di tepi pantai.

Asal-Usul dan Sejarah Rebo Wekasan 

Istilah Rebo Wekasan di tanah jawa pertama kali dicetuskan oleh Wali Songo berlandaskan kitab-kitab turats. Wali Songo sebagaimana yang kita ketahui selalu tidak lepas dari modifikasi tradisi masyarakat setempat. Yakni dengan mengganti ritual-ritualnya menjadi ritual sebagaimana ajaran islam atau ajaran Ulama salaf.ada yang berpendapat, bahwa tradisi tolak bala pada hari tersebut sudah ada sejak abad 17 di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Dan pada saat ini, sebagian masyarakat masih melaksanakan tradisi-tradisi dalam peringatan Rebo Wekasan.

Amalan pada Rebo Wekasan

Syekh Ahmad bin umar Ad-Dairobi penulis kitab Mujarrobat Ad-Dairobi pertama kali menganjurkan amalan-amalan pada hari Rebo Wekasan. Seperti mengerjakan sholat sunnah berjamaah dan doa bersama setelahnya.Tak hanya Syekh Ahmad, Syekh Muhammad bin Khatiruddin al-'Atthar dengan kitabnya berjudul Jawahir al-Khumus juga memberikan anjuran tentang amalan-amalan pada hari rebo wekasan.Adapun amalannya meliputi sholat hajat dengan maksud menolak bala, kemudian berdoa dengan bacaan yang telah kewarid dari pada Ulama. Dan tak lepas dari minum air yang telah diberikan doa. lalu, ada amalan untuk melakukan kebajikan kepada orang lain, seperti bersedekah dan bersilaaturahmi.Ulama fikih tidak terlalu berkomentar tentang hari Rebo Wekasan. Namun, baru ditemukan perbedaan pendapat dalam konteks amalan sholat dengan tujuan menolak bala.secara garis besar dapat disimpulkan mengenai shalat menolak pada Rebo Wekasan ada tiga kategori, yakni: longgar/ringan, ketat/berat, dan moderat atau sedang.karena, pada intinya tidak ada dalil yang secara jelas menyebutkan kesahihan shalat dengan niat menolak bala pada rebo wekasan. Justru pala Ulama memperbolehkan shalat dengan niat shalat sunnah mutlak atau shalat sunnah hajat seperti biasanya.

Rebo Wekasan Sebelum Adanya Islam

Sebelum Islam datang dengan segala rahmatnya, tepatnya pada saat zaman jahiliyah. Orang-orang pada zaman tersebut telah menetapkan hari yang mereka anggap sebagai hari kesialan. Seperti hari Rebo Wekasan, mereka menganggap hari tersebut sebagai hari kesialan hanya berdasarkan asumsi belaka.Selain hari Rebo Wekasan ada hari selain itu yang juga mereka anggap sebagai hari kesialan. Bahkan, setiap hari rabu setiap akhir bulan juga mereka anggap sebagai hari kesialan.Kemudian, Nabi Muhammad SAW sebagai utusan terakhir Allah di bumi datang membawa cahaya dan penerangan dari bentuk kejahiliyahan. Bahkan, sebelum beliau mendapatkan wahyu pertama, beliau enggan untuk mengikuti tradisi-tradisi jahiliyah, salah satunya adalah hari Rebo Wekasan.Rasulullah SAW justru menggelar acara pernikahannya dengan Ummil Mukminin Sayyidah Khadijah al-Kubro pada hari Rabu terakhir bulan Shafar. Hal ini sebagai bentuk penentangan dan pencerahan terhadap tradisi pada zaman jahiliyah.Selain itu, Rasulullah SAW juga menikahkan putri semata wayangnya, Sayyidah Fatimah, dengan Sayyidina Ali RA pada hari Rabu di akhir bulan Shafar.Habib Abu Bakar al-Adni juga menyebutkan beberapa peristiwa penting lain yang juga terjadi pada hari Rabu tersebut, antara lain; Hijrah Baginda SAW dan bermalam di Gua Tsur, Perang Abwa, perang Khaibar, dan peristiwa-peristiwa lain yang bernilai positif.

Bagaimana Kita Menyikapi Rebo Wekasan?

Pada akhirnya, Rebo Wekasan tidak melulu tentang tradisi negatif orang-orang jahiliyah. Meski begitu, Ulama ahli kasyaf yakni Ulama yang telah dibukakan tabir-tabir gaib juga tidak salah. Memandang para Ulama juga menganjurkan berbagai amalan sesuai syariat pada hari tersebut.Selain itu, dalam tradisi-tradisi yang ada di Nusantara, Walisongo selalu menyisipkan tentang nilai-nilai ajaran keislaman didalamnya saat berdakwah. Sehingga, Islam bisa diterima di Nusantara dengan baik. Akan tetapi para Ulama pasti mengembalikan segala hal kepada Allah SWT. Beliau juga meyakini bahwa segala penyakit dan obatnya hanyalah dari Allah. Tidak ada hari atau waktu yang membawa kesialan.Dalam menyikapi perbedaan pandangan tentang hari Rebo Wekasan, almarhum mbah Maimun Subakhir (Guru Gus Baha), menjelaskan bahwa perbedaan dalam berpendapat dalam Islam adalah hal yang biasa. Sebagaimana dijelaskan beliau dalam video di bawah ini:https://youtu.be/UcUF2eETjW8

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *