KBRT – Petani cengkeh di Desa Watulimo, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek tengah menghadapi tantangan berat. Selama tiga bulan terakhir, harga cengkeh trenggalek terus merosot tajam hingga membuat petani merugi secara finansial maupun tenaga.
Penurunan harga mulai terasa sejak Mei 2025. Menurut Marminto, salah satu petani cengkeh setempat, harga cengkeh kering saat itu masih mencapai Rp120.000 per kilogram.
Sedangkan cengkeh basah di angka Rp37.000. Namun memasuki Juli, harga turun drastis menjadi Rp93.000/kg untuk cengkeh kering dan Rp30.000/kg untuk basah.
“Waktu bulan Mei harga masih Rp120.000 yang kering, yang basah Rp37.000. Tapi mulai Juni sampai sekarang, harga kering jadi Rp93.000 dan basah Rp30.000,” ujar Marminto.

Penurunan itu terbilang signifikan. Selisih harga cengkeh kering turun Rp27.000 per kilogram, sementara cengkeh basah turun Rp7.000.
Marminto menilai penurunan harga ini disebabkan oleh dua hal utama: hasil panen yang melimpah dan cuaca yang tidak menentu. Curah hujan yang tinggi membuat proses penjemuran tidak maksimal, sehingga menurunkan kualitas cengkeh yang dihasilkan.
“Cengkeh bisa turun ya karena yang pertama panennya melimpah, yang kedua karena cuaca, jadi susah jemurnya,” jelasnya.
Karena cuaca tak bersahabat, Marminto sering terpaksa menjual cengkeh dalam keadaan basah. Namun, ketika memungkinkan, ia juga mengeringkan cengkeh secara tradisional.
Bahkan memanggangnya untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah kering sempurna, ia menyimpan cengkeh untuk menunggu harga stabil.
“Kalau dijemur dan kering benar, biasanya saya simpan dulu. Karena yang sudah siap produksi harganya bisa lebih tinggi,” katanya.
Meski kondisi harga sedang tidak menguntungkan, Marminto tetap bertahan. Selain bertani cengkeh, ia juga menanam durian dan melaut sebagai nelayan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Ia berharap harga cengkeh kembali stabil agar bisa menopang penghasilan petani di daerahnya.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz