Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Tradisi Bulan Suro di Trenggalek, Ngetung Batih Hingga Labuh Laut

  • 20 Jun 2025 15:00 WIB
  • Google News

    KBRT - Menyambut datangnya bulan Suro dalam penanggalan Jawa yang jatuh pada 27 Juni 2025, masyarakat Trenggalek kembali menggelar berbagai tradisi budaya yang mengakar kuat dalam kehidupan sosial.

    Di antara tradisi tersebut adalah Ngetung Batih di Kecamatan Dongko, serta Labuh Laut di Pantai Prigi, Kecamatan Watulimo, dan Pantai Konang, Kecamatan Panggul.

    Ngetung Batih di Dongko

    Upacara Ngetung Batih tahun ini akan diselenggarakan tepat pada Jumat, 27 Juni 2025, di Lapangan Budaya Kecamatan Dongko. Tradisi ini diawali dengan kirab dayang-dayang yang membawa takir plontang, yakni makanan yang disajikan dalam wadah dari daun dan pelepah pisang.

    Rute kirab dimulai dari Jalan Raya Dongko menuju Pendapa Kecamatan. Setelah kirab selesai, makanan serta tumpeng yang dibawa kemudian dibagikan kepada warga sebagai bentuk sedekah.

    Prosesi ditutup dengan perebutan ayam yang telah disiapkan oleh panitia dan dilepas ke kerumunan, sebagai simbol semangat gotong royong dan keberkahan.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    Ngetung Batih, yang secara harfiah berarti “menghitung anggota keluarga,” merupakan simbol refleksi dan doa untuk keselamatan keluarga. Tradisi ini dipercaya berasal dari masa kerajaan, ketika keluarga mengirim anggota untuk berperang, dan dilakukan sebagai bentuk doa agar anggota keluarga terhindar dari marabahaya.

    Labuh Laut di Watulimo dan Panggul

    Selain Ngetung Batih, tradisi Labuh Laut juga menjadi salah satu ritual penting dalam menyambut bulan Suro. Warga pesisir di Kecamatan Watulimo dan Panggul menggelar acara larung Sembonyo sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki hasil laut.

    Dalam prosesi ini, warga melarung tumpeng raksasa dari nasi kuning yang dihias dengan aneka hasil bumi ke tengah laut, bersama kotak seserahan berisi jajanan pasar. Acara dimulai dengan pembacaan doa bersama, kemudian tumpeng dan sesaji tersebut dibawa ke tengah laut menggunakan perahu jenis slerek.

    Pelabuhan dipadati ribuan warga yang ingin menyaksikan langsung prosesi larung. Sebagian warga diizinkan ikut naik perahu, namun jumlahnya dibatasi demi keselamatan. Setiap perahu dipandu petugas keamanan untuk memastikan kelancaran dan keamanan prosesi.

    Kabar Trenggalek - Trenggalekpedia

    Editor:Zamz

    ADVERTISEMENT
    BPR Jwalita