KBRT – Sawah Petani Trenggalek diserang hama wereng seluas 164 hektare, namun berbeda dengan kelompok tani Desa Wonoanti, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek, justru berhasil mengendalikan hama dengan pertanian organik berbasis kearifan lokal.
Pupuk organik, pestisida nabati, dan perawatan padi dengan metode tradisional menjadi andalan mereka. Cara ini diklaim mampu mengembalikan keseimbangan ekosistem sawah dan menghadirkan kembali musuh alami hama.
“Sawah ini tidak pakai pestisida kimia sama sekali, tapi werengnya bisa mati terkena jamur Beauveria bassiana yang jadi musuh alaminya serangga,” ujar Hernawan Widyatmiko, penyuluh pertanian trenggalek.
Sambil menunjukkan batang padi yang akan ditanam, Hernawan memperlihatkan dua ekor wereng dalam kondisi berbeda. Seekor wereng di bagian atas batang terselimuti lapisan putih tipis—jamur Beauveria bassiana—sedangkan wereng di bagian bawah masih berwarna cokelat tanpa lapisan jamur.
“Wereng yang atas itu sudah mati dan menjadi tempat tumbuhnya spora jamur. Spora ini sebenarnya bahan utama pestisida pengendali wereng yang dijual di kios,” jelasnya.
Menurut Hernawan, jamur tersebut dapat tumbuh secara alami. Namun, penggunaan pestisida kimia secara berlebihan justru membunuh mikroorganisme dan jamur yang bermanfaat bagi pertanian.
Pria yang akrab disapa Pak Henk ini juga mengisahkan hasil uji coba tradisi “labuh panen” yang biasanya dilakukan dengan meninggalkan takir berisi nasi, sayur, dan lauk ikan air tawar di sawah.
“Labuh panen yang biasa meninggalkan takir itu, setelah saya uji laboratorium, ternyata bisa menghasilkan jamur musuh alami hama. Bukan sekadar ritual, tapi ada manfaat biologisnya,” ungkapnya.
Hernawan menjelaskan, nasi mengandung karbohidrat yang memicu pertumbuhan jamur dan bakteri, sementara lauk pauk seperti sayur nangka, tahu, tempe, dan ikan air tawar menghadirkan beragam mikroorganisme dekomposer.
Ia menegaskan, labuh panen bukanlah bentuk pemujaan terhadap hal gaib, melainkan wujud syukur dan sedekah yang berdampak positif bagi pertanian—salah satunya melestarikan agen pengendali hama alami.
“Pencegahan hama itu sudah diajarkan leluhur kita, walau tidak dijelaskan secara ilmiah,” ujarnya.
Jika tradisi ini dipahami dan diterapkan, Hernawan meyakini pestisida kimia di kios-kios tidak akan lagi diminati.
Mbah Suparno, pemilik sawah yang dijadikan lokasi uji coba atau demplot, turut merasakan manfaatnya.
“Pupuk organik cair dan pestisida nabati saya gunakan di sawah ini. Tanpa pestisida kimia, petani sudah bisa mengendalikan hama wereng. Tidak lagi meminta pestisida gratis atau gerakan pengendalian (Gerdal),” ujar dia.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz