Bahaya Kecanduan Media Sosial
Fenomena kecanduan media sosial mencakup berbagai platform online yang memungkinkan pengguna terlibat dalam penyebaran berita, informasi, dan konten dengan orang lain. Kecanduan ini bermanifestasi sebagai ketidakmampuan untuk mengatur penggunaan online seseorang, menyebabkan individu menghabiskan banyak waktu pada platform ini.Gagal memuaskan hasratnya di media sosial dapat menimbulkan perasaan terhukum bagi mereka yang kecanduan. Lestari dan Winingsih mendefinisikan kecanduan media sosial sebagai penyakit psikologis yang timbul dari rasa ingin tahu yang kuat, kurangnya disiplin diri, dan kurangnya aktivitas bermakna dalam kehidupan sehari-hari.Dampak kecanduan media sosial terhadap fungsi otak, seperti persepsi, konsentrasi, dan memori sangatlah signifikan. Hal ini terutama disebabkan oleh penjelajahan terus-menerus dan paparan banyak pesan yang membanjiri alam emosional seseorang dalam satu menit. Pengaruh situs jejaring sosial terhadap kesejahteraan mental semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.Kemajuan teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya telah menyebabkan meluasnya penggunaan platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok menjadi bagian integral dari rutinitas sehari-hari banyak orang di seluruh dunia.Akar penyebab kecanduan media sosial terletak pada lonjakan dopamin di otak, yang menciptakan sensasi menyenangkan setelah berinteraksi dengan platform tersebut. Seiring waktu, otak mulai mengasosiasikan aktivitas ini sebagai aktivitas yang bermanfaat dan menyenangkan sehingga menimbulkan keinginan untuk melakukan aktivitas berulang kali.Ada beberapa kasus yang berhubungan dengan kecanduan media sosial antara lain Kasus pertama; Seorang wanita dirawat di rumah sakit karena penggunaan aplikasi WhatsApp yang berlebihan, sehingga menyebabkan kondisi yang disebut WhatsAppitis.Selama libur Natal, perempuan yang biasa disebut WhatsAppitis ini terus-menerus memanfaatkan layanan pesan tersebut hingga membutuhkan pertolongan medis. The Lancet, jurnal media terkenal, melaporkan bahwa upaya sedang dilakukan untuk menemukan obat untuk nyeri pergelangan tangan parah yang dialami wanita ini.Perlu dicatat bahwa dia tidak memiliki riwayat cedera fisik atau melakukan aktivitas fisik berlebihan pada hari-hari menjelang rawat inapnya. Namun, pada Hari Natal tahun 2013, dia menghabiskan sekitar enam jam terus menerus memegang ponselnya, sehingga dia didiagnosis 'bilateral extensor pollicis longus tendinitis of the thumb'.Kasus kedua; Remaja Inggris mencoba bunuh diri karena tidak puas dengan kualitas foto selfie yang dia ambil setiap hari, Danny Bowman menghabiskan 10 jam untuk mengambil 200 foto dengan iPhone-nya. Setelah stress memikirkan hal itu, Bowman hampir overdosis pil, tetapi untungnya ibunya datang untuk membantu. Kasus Bowman adalah satu-satunya di mana psikiater mulai menganggap kecanduan selfie sebagai masalah kesehatan mental yang serius.Kasus ketiga; Perempuan India melakukan bunuh diri setelah dituduh kecanduan Facebook Pada Februari 2014, orang tuanya menuduh dia kecanduan Facebook sebagai tanggapan, dia gantung diri dari kipas di langit-langit kamarnya. Sejak beberapa bulan lalu, Sushma Goswami telah menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputernya untuk menggunakan Facebook.Orang tuanya marah karena adik laki-lakinya menghabiskan waktu untuk internetan dan mengabaikan tugas sekolahnya. Sayangnya, kasus ini bukan yang pertama. Pada Oktober 2013, seorang remaja perempuan di desa Parbhani di Maharashtra melakukan bunuh diri setelah bertengkar dengan orang tuanya karena kecanduan Facebook.Apakah Facebook benar-benar buruk? Dalam catatan bunuh dirinya, dia mengatakan, “Aku tidak bisa tinggal di rumah dengan pembatasan, seperti aku tidak bisa hidup tanpa Facebook”.Kasus keempat; Dalam perjalanannya ke Australia, seorang turis wanita berjalan-jalan di sepanjang dermaga sambil menggunakan Facebook di ponselnya. Saat dia melakukannya, dia langsung tenggelam ke perairan dingin di Port Phillip Bay, tanpa melihat ke sekitar dan tidak bisa berenang. Untungnya, polisi membantunya dan membawanya ke rumah sakit terdekat.Bagian yang paling mengejutkan adalah dia tetap tidak melepaskan ponselnya, meskipun suhu airnya hampir beku dan dia tidak dapat berenang. Kasus kelima; Larry Carlat, yang sudah menikah dan bekerja sebagai editor majalah, kehilangan pekerjaan dan istrinya karena kecanduan Twitter. Pada suatu titik, dia kecanduan Twitter sampai kehilangan pekerjaannya, bercerai, dan terasingi oleh orang-orang yang dia sayangi.Menurut tweetoholic ini, tweeting dapat dilakukan “setiap jam pada pagi, siang dan malam”. Twitternya jelas melanggar aturan perusahaan sosial media. Sekitar sebulan setelah memutuskan untuk menggunakan Twitter, dia mengirimkan tweet, “Aku akan mengambil peluru untuk istri saya, tapi sekarang saya lebih suka menjadi orang yang menarik pelatuk”, setelah kehilangan istrinya.Dia mengatakan dia berada di titik terendah ketika anaknya mengancam akan berhenti mengikutinya di Twitter. Setelah mengumpulkan lebih dari 25.000 pengikut dan tweeting sebanyak tiga puluh kali sehari, tujuh hari seminggu selama lebih dari tiga tahun, Larry memutuskan untuk melakukan "Twittercide" dan meninggalkan media sosial.Ada beberapa efek dari kecanduan media sosial antara lain sering berpikir negatif dan membandingkan kehidupan dengan orang lain, sulit fokus dan berkonsentrasi, kesulitan menyelesaikan tugas tepat waktu, komunikasi dengan orang lain menjadi renggang, pola makan tidak teratur karena terbuai pada media sosial sehingga melupakan waktu makan, mengalami kegelisahan terhadap FOMO, menurunnya prestasi di sekolah atau tempat kerja, kemampuan untuk berempati dengan orang lain menjadi berkurang, pola istirahat terganggu, dan berisiko mengalami gangguan tidur seperti insomnia.Dalam mengatasi masalah tersebut diperlukan beberapa langkah untuk mengatasinya antara lain memulai hobi baru yang tidak berkaitan dengan media sosial, membuat jadwal atau membatasi waktu untuk bermain media sosial, memperbanyak aktivitas di luar rumah, meletakkan gadget yang jauh dari genggaman, meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan orang lain, mematikan notifikasi ketika sedang berada di sekolah, acara, atau bekerja, dan menghapus aplikasi media sosial untuk sementara.Selain itu, diperlukannya kesadaran diri dan kemauan bahwa ingin terlepas dari kecanduan hp. Apabila langkah-langkah di atas tidak berhasil dalam menghilangkan kecanduan terhadap situs jejaring sosial, Anda dapat mengunjungi psikiater untuk mendiagnosis kondisi terkini, menentukannya secara akurat, dan merencanakan pengobatan.Cara mencegah terjadinya kecanduan media sosial antara lain, Hitung durasi akses ke aplikasi seluler: Ada banyak aplikasi yang menghitung berapa lama menggunakan aplikasi seluler sehingga dapat mengetahui aplikasi mana yang paling membuang waktu dan menghindarinya; Atur waktu: Buat aturan untuk hidup Anda.Karena waktu luang selalu membuat secara tidak sadar memegang ponsel dan menelusuri aplikasi sebanyak mungkin, disarankan untuk menetapkan batas waktu untuk mengakses situs web dan aplikasi tertentu setiap hari; Berhenti mengikuti orang yang tidak penting: Usahakan untuk selalu berhenti mengikuti orang-orang yang tidak penting atau yang membuang-buang waktu; Dapatkan manfaat lebih banyak dengan mengikuti dan mengembangkan minat pribadi: Situs jejaring sosial memungkinkan kita mengikuti dan mengembangkan minat pribadi dengan membantu kita mendapatkan manfaat dari orang-orang yang memiliki hubungan yang baik dan informasi yang unik.Selalu berusaha memanfaatkan kepribadian ini dan berkomunikasi dengan mereka; Berhenti menggunakan komunikasi sosial: Mengatur waktu istirahat dan hari-hari Anda di mana tidak menggunakan Internet akan berguna. Seiring waktu, hal ini akan membantu mengendalikan Internet secara mandiri dan mencegah kecanduan; Tidak terlihat, tidak terpikirkan: Apakah Anda terbiasa meletakkan ponsel di atas atau di sebelah Anda? Ini mungkin saatnya untuk menjauhkan diri Anda dari kecanduan.Untuk melakukannya, cobalah menciptakan jarak antara Anda dan perangkat dengan meletakkannya di laci atau di ruangan lain. Ini akan mencegah terjebak dalam kebiasaan kompulsif mengangkat telepon dan melihatnya terus-menerus; Bergabung dengan platform pendidikan: Jika tidak dapat melakukan aktivitas fisik di lapangan, tidak ada salahnya menghabiskan waktu dengan ponsel atau komputer, tetapi kali ini untuk tujuan belajar dan memanfaatkan waktu.Anda dapat meningkatkan portofolio pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti kursus pendidikan. Anda juga dapat mendengarkan buku, pelajaran audio, dan video untuk menjadi lebih baik dalam menghadapi kehidupan, menikmati waktu, dan menginvestasikan uang dengan cara yang tepat.Menurut Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullah bahwa “Setiap hal yang melalaikan dari suatu kewajiban, maka itu adalah haram. Dan setiap hal yang melalaikan dari perkara yang utama (fadha’il), maka itu adalah makruh”. Maka dari itu, jika seseorang kecanduan oleh media sosial sehingga membuatnya lupa melakukan hal-hal yang harus dilakukan, seperti mendidik anak-anaknya atau memenuhi hak-hak yang harus mereka lakukan, maka ini tidak boleh dilakukan.Dan jika seseorang terlalu sibuk dengan media sosial sehingga membuatnya lalai dari tanggung jawabnya, itu haram. Namun apabila seseorang lalai dari suatu amalan yang utama maka ini makruh. Apabila hal tersebut menghasilkan hasil yang melanggar hukum, itu merupakan kezaliman yang besar.Misalnya melihat-lihat hal-hal yang dilarang, seperti ucapan yang buruk, gambar-gambar yang haram, atau memiliki hubungan seksual dengan wanita yang bukan mahramnya, hal tersebut merupakan perbuatan yang sangat zalim terhadap diri sendiri.Media sosial memang memiliki banyak manfaat. Ia memiliki kemampuan untuk mendekatkan yang jauh, memungkinkan seseorang untuk membaca buku dan berita serta berbicara dengan banyak orang. Meskipun demikian, kita perlu mengarahkan dan meluruskan cara menggunakannya. Kita harus berhati-hati agar kita tidak terlibat dalam hal-hal yang dilarang di dalamnya. Allah benar-benar melihat kita.Jangan sampai hal tersebut membuat kita meninggalkan hal yang wajib kita lakukan. Gunakanlah media sosial secukupnya, jangan berlebihan dalam menyelami media sosial. Sesuatu yang berlebihan itu tidaklah baik. Maka bijaklah dalam menggunakan media sosial.*Opini ini ditulis oleh Putri Intan Permatasari, mahasiswa Bimbingan Konseling Islam UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.Catatan Redaksi:Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kabartrenggalek.com.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *