Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel

Udara Indonesia Tercemar Mikroplastik Akibat Kebiasaan Membakar Sampah, Kok Bisa?

Penelitian Ecoton dan SEIJ mengungkap udara di Indonesia telah tercemar mikroplastik akibat kebiasaan membakar sampah plastik. Jakarta mencatat kadar tertinggi, namun fenomena ini mengancam seluruh daerah termasuk Trenggalek.

  • 25 Oct 2025 13:00 WIB
  • Google News

    Poin Penting

    • Riset Ecoton–SEIJ menemukan mikroplastik di udara 18 kota Indonesia, tertinggi di Jakarta.
    • 57 persen masyarakat masih membakar sampah plastik, jadi sumber utama polusi mikroplastik.
    • Mikroplastik di udara terbukti berbahaya dan bisa turun bersama air hujan menjadi “hujan mikroplastik”.

    KBRT - Penelitian terbaru Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) bersama Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SEIJ) menemukan bahwa udara di berbagai kota Indonesia telah tercemar partikel mikroplastik, sebagian besar berasal dari pembakaran terbuka sampah plastik dan rumah tangga.

    Riset yang dilakukan Mei hingga Juli 2025 di 18 kota dan kabupaten itu menunjukkan Jakarta Pusat memiliki tingkat kontaminasi tertinggi, mencapai 37 partikel mikroplastik dalam dua jam per 90 sentimeter persegi udara, disusul Jakarta Selatan (30), Bandung (16), Semarang (13), dan Kupang (13). Meski begitu, peneliti menegaskan, fenomena udara berisi mikroplastik bukan hanya persoalan kota besar, melainkan potret pola hidup masyarakat di banyak daerah Indonesia.

    “Sebanyak 57 persen masyarakat masih membakar sampah plastik secara terbuka. Kebiasaan inilah yang menyumbang tingginya kadar partikel mikroplastik di udara kita,” kata Sofi Azilan Aini, Koordinator Relawan Riset Mikroplastik Ecoton. Ia menambahkan, partikel mikroplastik yang dihasilkan dari pembakaran bisa bertahan di udara, terbawa angin, bahkan turun bersama hujan.

    Hasil riset juga menunjukkan jenis mikroplastik yang ditemukan berupa fragmen (53,26 persen) dan fiber atau serat sintetis (46,14 persen), berasal dari pakaian, ban kendaraan, dan plastik sekali pakai. Polimer yang terdeteksi di udara antara lain poliester, nilon, polietilena, polipropilen, polibutadien, PTFE, dan epoxy.

    data hujan microplastik ecoton
    Identifikasi mikroplastik pada Sampel udara di 18 Kota Indonesia Mei-Juli 2025. Kota tertinggi adalah Jakarta Pusat disusul Jakarta Selatan, Bandung, Semarang, Kupang, Denpasar, Jambi, Surabaya, Palembang, Pontianak, Aceh Utara, Sumbawa, Palu, Sidoarjo, Gianya, Solo, Bulukumba dan Malang. Grafik diatas menunjukkan bahwa kadar Fragmen 53,26% jenis Fiber 46,14% dan jenis film 0,6%

    “Tingginya mikroplastik di udara berhubungan langsung dengan kandungan mikroplastik dalam air hujan, karena air hujan menyerap partikel dari atmosfer,” ujar Rafika Aprilianti, Kepala Laboratorium Mikroplastik Ecoton. Fenomena ini menjelaskan munculnya istilah hujan mikroplastik yang kini terdeteksi di sejumlah kota besar, termasuk Jakarta.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    Peneliti menilai, mikroplastik berukuran kurang dari lima milimeter ini berbahaya, karena mudah mengikat zat beracun seperti logam berat dan bahan kimia berbahaya lain. “Mikroplastik bisa menjadi hingga 106 kali lebih beracun dibanding logam berat tunggal, sebab membawa campuran berbagai polutan sekaligus,” kata Rafika.

    Ecoton dan SEIJ menggunakan metode deposisi pasif dengan analisis mikroskopik dan spektroskopi inframerah Fourier Transform (FTIR) untuk mengidentifikasi partikel di udara. Pengambilan sampel dilakukan di area berpenduduk dan berkegiatan padat seperti pasar, jalan utama, dan kawasan industri.

    Melalui hasil penelitian ini, Ecoton mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta pemerintah daerah agar melarang pembakaran sampah terbuka, memperkuat sistem pemilahan dari sumber, dan memantau kadar mikroplastik di udara dan air hujan secara berkala.

    Langkah-langkah itu, menurut Ecoton, menjadi dasar penting untuk melindungi kesehatan masyarakat sekaligus memperbaiki sistem pengelolaan sampah yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan — termasuk di daerah-daerah seperti Trenggalek, di mana praktik membakar sampah rumah tangga masih jamak dilakukan.

    Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.

    Kabar Trenggalek - Lingkungan

    Editor:Tri