Rencana pemerintah memberikan amnesti atau pengampunan masa hukuman kepada kurang lebih 44 ribu narapidana di seluruh Indonesia menuai respon dari KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).
KontraS menekankan segala langkah Pemerintah yang dilakukan dengan dasar kemanusiaan dan HAM harus dibarengi dengan transparansi serta langkah holistik reformasi hukum pidana dan sistem peradilan pidana.
“Pemberian amnesti seperti yang dicanangkan oleh pemerintah akan sia-sia dan bisa dianggap langkah populis belaka jika tidak dibarengi dengan upaya dalam membenahi sistem peradilan pidana di Indonesia mulai dari hulu sampai hilir,” kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam siaran pers yang dikeluarkan KontraS pada Rabu (18/12/2024).
Ihwal pemberian amnesti 44 ribu narapidana itu disampaikan oleh sejumlah menteri di istana negara pada Jumat (13/12/2024). Menteri yang mengumumkan antara lain; Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai dan Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.
Amnesti tersebut dilakukan dengan alasan kemanusiaan dan semangat rekonsiliasi serta akan “menarget” empat jenis narapidana atau warga binaan pemasyarakatan (WBP) yakni: WBP dengan tindak pidana ITE terkait penghinaan kepada kepala negara; WBP yang mengidap gangguan mental dan penyakit berkepanjangan; WBP dengan kasus makar non-bersenjata di Tanah Papua; serta WBP dengan kasus narkotika.
KontraS memberikan sejumlah catatan terkait kebijakan tersebut. Dimas mengatakan, proses pemberian amnesti kepada narapidana untuk mengatasi masalah kapasitas lapas yang berlebih (overcrowded) merupakan akibat banyaknya regulasi punitif yang mengutamakan pendekatan pemenjaraan. Dimas mencontohlan UU ITE yang memuat pasal-pasal “karet” serta UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang masih mengutamakan pendekatan pemenjaraan dibanding rehabilitasi.
Sepanjang berbagai undang-undang bernuansa represif berlaku, menurut KontraS, kejadian overcrowded tidak dapat dihindarkan.
"KontraS melihat niatan untuk memberikan amnesti secara massal tersebut harus disertai dengan mengutamakan pendekatan non-punitif serta semangat untuk melakukan dan memberlakukan keadilan restoratif terhadap tindak pidana tertentu dalam penegakan hukum pidana,” tegas Dimas.