Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Mengapa Ada Hujan di Musim Kemarau? Ini Penjelasan BMKG

Kubah Migunani
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di Bulan Juli dan Agustus 2024. Akan tetapi, hujan masih terus terjadi di berbagai wilayah.Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan mengapa ada hujan di musim kemarau. Ia meluruskan, meski statusnya musim kemarau, bukan berarti tidak akan turun hujan sama sekali."Sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di bulan Juli dan Agustus 2024 yaitu sebanyak 77,27%, dimana 63,95% durasi musim kemarau diprediksi terjadi selama 3 hingga 15 dasarian. Meski demikian bukan berarti dalam periode kemarau tidak ada hujan sama sekali, tetapi ada hujan meski kisaran di bawah 50 mm / dasariannya," kata Guswanto dilansir dari laman BMKG.Guswanto mengatakan, dalam sepekan ke depan, masih terdapat potensi peningkatan curah hujan secara signifikan di sejumlah wilayah Indonesia. Fenomena ini disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional - global yang cukup signifikan.Dinamika atmosfer itu seperti termonitornya aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial di sebagian besar wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Sebagian besar Papua.Selain itu, suhu muka laut yang hangat pada perairan wilayah sekitar Indonesia memberikan kontribusi dalam menyediakan kondisi yang mendukung pertumbuhan awan hujan signifikan di wilayah Indonesia."Fenomena atmosfer inilah yang memicu terjadinya dinamika cuaca yang berakibat masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia," ucap Guswanto.Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani, menyampaikan kombinasi pengaruh fenomena-fenomena cuaca tersebut diprakirakan menimbulkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang disertai kilat/angin kencang di sebagian besar wilayah Indonesia pada tanggal 5 - 11 Juli 2024."Wilayah yang dimaksud yaitu, Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Maluku, dan Pulau Papua," kata Andri.Andri mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai terhadap kemungkinan adanya potensi hujan yang dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, ataupun banjir bandang. Khususnya masyarakat yang bermukim di wilayah perbukitan, dataran tinggi, dan sepanjang daerah aliran sungai.Andri menanggapi cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai angin kencang dan hujan es yang terjadi di wilayah Bedahan, Sawangan, Kota Depok pada tanggal 3 Juli yang lalu. Menurutnya, kejadian tersebut disebabkan adanya awan Cumulunimbus (CB) yang terbentuk akibat daya angkat atau konvektif yang cukup kuat di wilayah tersebut.Menurut penjelasan Andri, proses hujan diawali dengan kondensasi uap air teramat dingin melewati atmosfer di lapisan atas level beku. Es yang terbentuk umumnya memiliki ukuran besar. Pada saat kumpulan es yang besar di atmosfer turun ke area lebih rendah dan hangat, maka terjadi hujan. Hanya saja, kadang tidak semua es akan mencair sempurna dan menjadikannya hujan es, dimana suhu puncak awan CB mencapai minus 80 derajat Celcius."Selagi masih turun hujan, alangkah baiknya dimanfaatkan untuk menabung air. Hemat dan menggunakan air secara bijak, supaya memiliki cadangan air saat Puncak Musim Kemarau melanda wilayah kita nantinya" tandas Andri.
Kopi Jimat

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *

This site is protected by Honeypot.