Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account
ADVERTISEMENT
Fighter 2024

KSBSI Gugat Tapera: Upah Buruh Kecil tapi Masih Harus Bayar Iuran

  • 08 Aug 2024 19:00 WIB
  • Google News

    Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia atau KSBSI gugat Tapera di Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon gugatan itu diwakili Elly Rosita Silaban, Presiden Dewan Eksekutif Nasional KSBSI dan Dedi Hardianto, Sekretaris Jenderal Dewan Eksekutif Nasional KSBSI.

    Haris Manalu, kuasa hukum Pemohon menyebutkan upah pekerja/buruh mandiri masih kecil bahkan tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup layak, diharuskan membayar iuran jaminan sosial yang cukup besar termasuk Tapera, sehingga program Tapera ini tumpang tindih dengan BPJS Ketenagakerjaan.

    Ditambah, peserta Tapera dan pemberi kerja yang membayar simpanan Tapera, sedangkan peserta yang berhak mendapatkan manfaat pembiayaan perumahan hanyalah peserta yang sama sekali belum memiliki rumah. Selain itu, keanggotaan Komite Tapera tidak mengikutsertakan unsur dari pekerja/buruh dan pengusaha, sehingga norma yang diujikan ini berlaku tidak adil dan/atau bersifat diskriminatif.

    “Bahwa UU Tapera ini melanggar hak Pemohon karena mewajibkan beban biaya bagi warga negara fakir miskin dari yang seharusnya menjadi beban negara/pemerintah sebagaimana termuat dalam Pasal 34 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945,” ujar Haris dilansir dari laman resmi MK.

    Pemohon mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

    Pada Sidang Perkara Nomor 96/PUU-XXII/2024, Pemohon mendalilkan Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16, Pasal 17 ayat (1), Pasal 54 ayat (1), dan 72 ayat (1) UU Tapera yang dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2), Pasal 28I ayat (2), Pasal 34 ayat (1) UUD 1945.

    Oleh karena itu, dalam petitumnya, pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16, Pasal 17 ayat (1), Pasal 54 ayat (1), dan 72 ayat (1) UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945.

    Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P. Foekh, dalam nasihat hakim menyebutkan terhadap permohonan ini diharapkan disesuaikan dengan PMK 2/2021, sehingga sistematika permohonannya menjadi sesuai dengan kelaziman permohonan di MK.

    Kemudian Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam nasihatnya menjabarkan agar Pemohon memperkuat legal standing atas dalil kerugian konstitusional atas norma yang diujikan namun belum berlaku.

    “Perlu argumentasi bahwa prinsipal sebagai organisasi buruh ini sudah pasti akan berkaitan dengan kepentingan pekerja yang akan mengalami kerugian konstitusional atas keberlakuan undang-undang ini di masa berlakunya nanti,” jelas Guntur.

    Selanjutnya Ketua MK Suhartoyo menambahkan mengenai petitum pemohon yang dibuat alternatif agar UU Tapera tidak mengikat dan ini seharusnya diajukan secara formil. Namun jika Pemohon merasa yakin, maka diharapkan beri alasan yang belum selesai dalam prosesnya.

    “Dipresentasikan bahwa pasal ini krusial dan menjiwai pasal-pasal lainnya dalam UU ini, sehingga jika dikabulkan secara keseluruhan UU a quo menjadi tidak punya kekuatan hukum. MK juga pernah punya pendirian demikian, namun harus dikuatkan argumentasinya pada bagian positanya,” kata Suhartoyo.

    Pada penghujung persidangan, Ketua MK Suhartoyo mengatakan Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Selambat-lambatnya naskah perbaikan diserahkan ke Kepaniteraan MK pada Senin, 19 Agustus 2024 pukul 09.00 WIB. Kemudian akan dijadwalkan persidangan selanjutnya dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan pemohon.