Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Kasasi Jaksa Kasus Fatia Haris Ditolak, Tim Advokasi: Putusan Ini Harus Jadi Yurisprudensi

Arena Parfum

Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) yang menjadi kuasa hukum Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS 2020-2023) dan Haris Azhar (Pendiri Lokataru) mengapresiasi putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi jaksa penuntut umum. TAUD menilai, Mahkamah Agung telah turut menjaga marwah kebebasan sipil yang menjamin sekaligus menekankan bahwa warga negara memiliki hak untuk memberikan kritik terhadap pejabat publik tanpa harus khawatir dipidana.

“Putusan ini juga menandakan pentingnya perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan sebagaimana dikenal dengan konsep Anti-Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP). Tak hanya itu, putusan ini juga sekaligus telah menyalakan harapan bagi orang-orang yang terus memperjuangkan isu kemanusiaan dan lingkungan khususnya di Papua,” kata Asfinawati, salah satu kuasa hukum yang tergabung dalam TAUD.

TAUD juga memandang, putusan ini sudah semestinya menjadi yurisprudensi atau pedoman beagi Majelis Hakim di setiap tingkat pengadilan ketika mengadili kasus-kasus kriminalisasi terhadap para aktivis/pembela HAM maupun lingkungan hidup.

Berdasarkan catatan TAUD, lanjut Asfinawati, masih terdapat berbagai kasus kriminalisasi serupa seperti Daniel Fritz Tangkilisan pejuang yang berupaya melestarikan Karimunjawa, Muhriyono seorang petani Pakel yang merebut lahannya karena dirampas pihak swasta hingga Sorbatua Siallagan seorang ketua masyarakat adat yang melawan perampasan tanah adat di Simalungun hingga kini masih terus memperjuangkan keadilan.

“Atas kasus-kasus tersebut sudah sepatutnya para Majelis Hakim yang mengadili kasus kriminalisasi aktivis/pembela HAM maupun lingkungan hidup berani memutus bebas sebagaimana dalam perkara Fatia dan Haris,” katanya.

Informasi berkaitan dengan perkara Fatia Haris ini diperoleh melalui kanal penelusuran perkara melalui website kepaniteraan Mahkamah Agung. Kasasi yang diajukan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum telah diputuskan ditolak oleh Majelis Hakim Kasasi pada Mahkamah Agung.

Dalam keterangan di website tersebut, kasus Fatia Maulidiyanti diputus pada 11 September 2024 oleh tiga majelis hakim yakni Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum., (Ketua), Ainal Mardhiah, S.H., M.H., (Anggota Majelis 1) dan Sutarjo, S.H., M.H., (Anggota Majelis 2).

Penolakan kasasi JPU oleh Mahkamah Agung telah menguatkan vonis bebas terhadap Fatia dan Haris pada putusan tingkat pertama di PN Jakarta Timur.

Sebelumnya, Fatia dan Haris dihadapkan ke persidangan lantaran dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Luhut Binsar Pandjaitan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi. Luhut keberatan dengan pemaparan penelitian tentang bisnis militer di Blok Wabu di kanal youtube Haris Azhar yang memuat judul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer, Studi Kasus Intan Jaya di Papua.”

Penelitian dilakukan oleh 9 lembaga yakni YLBHI, WALHI, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace, Trend Asia, dan #BersihkanIndonesia melalui podcast NgeHAMtam.

Dalam persidangan selama hampir 9 bulan, pada 8 Januari 2024, keduanya diputus dibebaskan dari segala tuntutan maupun dakwaan karena tidak terbukti melanggar tindak pidana sebagaimana dituduhkan oleh JPU melalui Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE atau Pasal 14 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1946 subsidair Pasal 15 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946 atau Pasal 310 ayat (1) KUHP.

Asfinawati mengungkapkan, dalam putusan tingkat pertama Majelis Hakim mengakui beberapa hal yang diungkap dan telah telah menjadi fakta persidangan seperti  adanya conflict of interest oleh Luhut Binsar Pandjaitan terkait praktik pertambangan di Papua.

“Fakta tersebut dilihat dari adanya penjajakan bisnis anak perusahaan LBP yakni PT Tobacom Del Mandiri bersama dengan PT Madinah Qurrota Ain dan West Wits Mining. Dalam persidangan pun terbukti bahwa LBP sebagai beneficiary owners (BO), sebab setiap tahunnya mendapatkan laporan keuangan perusahaan,” katanya.

Oleh karena hal tersebut di atas, menurut Asfinawati, TAUD memandang telah terdapat dugaan pelanggaran hukum terkait aktivitas tambang di Papua yang dilakukan oleh LBP serta jejaringnya. “Menjadi hal yang sangat penting agar Negara melalui aparat penegak hukumnya segera melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan pelanggaran hukum tersebut,” tambahnya.  

Editor:Danu S
Kopi Jimat

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *

This site is protected by Honeypot.