Note: tulisan ini memuat unsur pengalaman penulis, yang masa kecilnya pernah dihebohkan oleh mainan lato-lato. Kini permainan ini kembali populer dan digemari oleh anak dari penulis.
Sewaktu kecil aku menyebutnya tek-tekan, nama itu marak diberikan dan disepakati bersama karena terinspirasi dari suara yang dihasilkan. “Tek tek tek tek,” begitulah suara yang dihasilkan dari dua bola plastik ketika beradu. Mainan ini tak bisa dimainkan langsung oleh orang yang belum pernah memainkannya, butuh keseimbangan tangan yang harus dilatih secara simultan.
Nama lato-lato, populer di masa kini setelah banyak pengguna mengunggahnya di TikTok. Aplikasi media sosial besutan Zhang Yiming tersebut mampu mengembalikan ingatan masa kecil penulis setelah para user tiktok ramai-ramai membuat video lato-lato.
Merujuk dari berbagai sumber, pemberian nama lato-lato hanyalah soal sebutan di daerah masing-masing. Sebagaimana nama tek-tekan untuk kawasan Trenggalek, nama lato-lato dirujukkan untuk daerah Makasar, dalam bahasa bugis disebut kato-kato.
Di Amerika, permainan ini disebut Clackers juga dijuluki Clankers, Ker-Bangers dan nama-nama lainnya, di negeri paman sam sana sudah lebih dahulu populer sejak tahun 1960 sampai 1970. Namun saat pertama dibuat, Clackers berbahan kaca temper sehingga mudah pecah.
Inilah yang menyebabkan permainan ini sempat dimasukkan dalam kelas “mechanical hazard”, yaitu bahaya mekanis yang muncul dari gerakan relatif antara bagian tubuh manusia dan benda-benda seperti peralatan kerja atau benda kerja, akibat adanya kontak bisa menyebabkan kecelakaan yang berujung pada cedera.
Kemudian atas banyaknya laporan cidera dari anak-anak setelah memainkan permainan ini, pabrikan membuat model terbaru dengan bahan yang lebih aman, yakni plastik. Lato-lato yang kini beredar di pasaran tak lagi bahaya apabila dimainkan sebagaimana mestinya, namun tidak boleh digunakan secara ceroboh, bagaimanapun, bahan lato-lato terbuat dari bahan yang keras.
Halaman selanjutnya
Butuh Skill yang Harus Dilatih Terus Menerus…