KBRT – Uap panas mengepul dari panci kuah daging yang harum menyambut setiap pelanggan. Itulah aroma khas yang membedakan tahu campur Tansah Eling dari kuliner trenggalek berbahan dasar tahu lainnya di Trenggalek.
Jika tahu lontong atau tahu telur biasa disajikan dengan kecap atau saus kacang, maka tahu campur justru menawarkan perpaduan unik antara kuah daging sapi gurih dan petis udang, menciptakan sensasi rasa yang tak biasa.
“Sejak saya kecil, bapak sudah berjualan tahu campur. Sekarang saya yang meneruskan,” ujar Sigit WP (32), putra bungsu almarhum Pak Sukadi, perintis usaha tahu campur ini sejak 1993.
Daftar Isi [Show]
Cita Rasa Khas dan Rahasia "Keju Jawa"
Dalam seporsi tahu campur ala Tansah Eling, terdapat tahu sebagai bahan utama, dilengkapi tauge, selada, serta kuah daging yang berpadu dengan petis udang. Tapi yang paling unik adalah adanya potongan singkong goreng gurih yang diletakkan di dasar piring.
“Gen Z yang beli di sini sering tertawa waktu saya bilang ada ‘keju Jawa’. Maksudnya ya singkong goreng itu,” ujar Sigit sambil tertawa ringan.
Gerobak sederhana bertuliskan "Tansah Eling" (selalu ingat) tak hanya menjadi identitas, tapi juga filosofi. Cita rasa yang tak berubah membuat pelanggan terus kembali, menyimpan kenangan lewat semangkuk kuliner hangat.
Pernah Disantap Sultan Jogja

Tahu campur ini bukan sekadar makanan pinggir jalan. Pada tahun 2022, hidangan ini bahkan disantap oleh Sultan Hamengkubuwono saat berkunjung ke Trenggalek.
“Rombongan Sultan pesan tahu campur. Katanya, ‘Ini di Jogja nggak ada. Pesankan satu porsi lagi,’” kenang Sigit bangga.
Sejak kejadian itu, banyak orang—termasuk teman-teman Sigit asal Jogja—menyarankannya pindah dan membuka cabang di Yogyakarta. Tapi bagi Sigit, gerobak ini adalah warisan yang terikat pada tempat, kenangan, dan orang tuanya.
Dari Belakang Pendhapa ke Gerobak Tetap
Awalnya, almarhum Pak Sukadi memulai usaha tahu campur di sebelah timur Pendhapa Trenggalek, dekat lapangan tenis. Karena lokasinya kurang strategis dan dekat tempat sampah, ia lalu pindah, bahkan sempat berjualan keliling.
Sejak tahun 2013, gerobak kedua juga dibuka di dekat Pasar Ngetal, dijaga oleh sang istri. Namun, kini gerobak tersebut belum bisa buka karena ibunda Sigit sedang sakit dan tidak boleh kelelahan.
“Inginnya tetap buka di Ngetal, tapi untuk sementara belum bisa,” kata Sigit.
Warisan Rasa dari Ayah yang Dirantaukan

Sigit bercerita, keahlian membuat tahu campur diwariskan langsung oleh ayahnya yang dulu merantau ke Malang. Saat berjualan bakso, Pak Sukadi belajar membuat tahu campur dari teman satu kosnya yang juga berasal dari Trenggalek.
Asal-usul tahu campur masih menjadi perdebatan. Ada yang menyebut berasal dari Malang, ada pula yang menyebut dari Surabaya.
Bukan Sekadar Dagangan, Tapi Warisan
Sebagai anak bungsu dari lima bersaudara, Sigit merasa terpanggil untuk meneruskan usaha keluarga ini. Ia mengolah semua bahan sendiri bersama ibunya, memastikan kualitas dan rasa tetap konsisten sejak sang ayah wafat pada 2019.
“Dulu bapak masih menemani berjualan. Kalau ada pesanan dari Pendhapa, beliau senang bisa bertemu teman-teman lamanya,” kenangnya.
Dalam sehari, jika ramai, Sigit bisa menjual hingga 100 porsi. Namun ia mengakui, nasib pedagang tak selalu bisa ditebak.
“Jualan itu random. Malam Minggu ramai belum tentu laris. Apalagi kalau hujan, orang cenderung malas keluar meski makanan hangat itu cocok banget waktu hujan,” ungkapnya.
Harga Terjangkau, Rasa Tak Tertandingi
Satu porsi tahu campur dibanderol Rp15.000. Kadang, pelanggan beruntung bisa mendapatkan potongan tulang sapi dengan daging lembut yang memperkaya rasa kuahnya.
Paling nikmat disantap saat masih panas, apalagi di musim dingin seperti sekarang. Kerupuk yang renyah dan sambal yang bisa disesuaikan tingkat kepedasannya, menjadikan tahu campur Tansah Eling lebih dari sekadar santapan.
Kabar Trenggalek - Feature
Editor:Zamz