KBRT – Sengketa 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Tulungagung masih belum menemui kejelasan. Dalam keputusan sementara dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), 13 pulau tersebut saat ini berada di bawah kendali administratif Provinsi Jawa Timur.
Kepala Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, Wignyo Handoyo, menyatakan keheranannya atas penetapan tersebut. Menurutnya, dari sisi geografis, sejarah, hingga budaya, ke-13 pulau itu jelas merupakan bagian dari wilayah Trenggalek, khususnya Desa Tasikmadu.
“Sehubungan dengan 13 pulau Trenggalek yang diakuisisi oleh Tulungagung, saya juga sangat kaget ketika mengetahuinya,” ujar Wignyo.
Wignyo menjelaskan bahwa saat air laut surut, beberapa pulau dari gugusan 13 pulau itu menyatu dengan daratan Desa Tasikmadu. Ia juga menegaskan, bila ditarik garis lurus dari batas daratan, posisi pulau-pulau tersebut masuk ke dalam wilayah administratif Trenggalek.
“Ketika itu diketahui milik Tulungagung, ya masyarakat sangat kecewa. Karena pulau tersebut sangat dekat dengan daratan kami, bahkan jika air surut beberapa pulau itu menyatu dengan wilayah kita,” ungkapnya.
Selain dari sisi letak geografis, Wignyo menambahkan bahwa secara budaya dan sejarah, pulau-pulau tersebut telah sejak lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Desa Tasikmadu. Salah satu buktinya adalah disebutnya nama-nama pulau dalam upacara adat tahunan Larung Sembonyo di Pantai Prigi.
“Setiap tahun waktu Larung Sembonyo, pulau di sekitar situ selalu disampaikan. Itu sejarah kita sejak nenek moyang, sudah melekat ke masyarakat Tasikmadu,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan bahwa aktivitas masyarakat, terutama nelayan Trenggalek, lebih banyak dilakukan di sekitar perairan pulau-pulau tersebut dibanding nelayan asal Tulungagung.
“Sebelum jadi Kepala Desa, saya dulu juga nelayan. Ketika aktivitas di situ, jarang ada nelayan Tulungagung. Mereka cenderung ke arah timur kalau melaut,” katanya.
Wignyo menilai, jika 13 pulau tersebut tidak dikembalikan ke Trenggalek, maka akan berdampak terhadap kebijakan, ruang gerak masyarakat, hingga aktivitas ekonomi nelayan di wilayah pesisir. Ia berharap pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendagri, dapat mempertimbangkan ulang keputusan tersebut dengan bijak dan menyeluruh.
“Saya yakin Kemendagri memutuskan dengan pertimbangan yang sangat bijak, karena itu kan sudah ditinjau juga. Kalau Tulungagung, saya yakin tidak ada nilai historis dan budaya terhadap pulau itu. Secara historis dan adat melekat ke kita, ya dikembalikan ke kita,” tandasnya.
Kabar Trenggalek - Politik
Editor:Zamz