Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Jejak Cerita Pasar Isin Nelayan Trenggalek, Gadai Barang Ketika Paceklik Ikan

  • 07 Jul 2025 14:00 WIB
  • Google News

    KBRT – Di balik indahnya Teluk Prigi, tersimpan cerita unik tentang perjuangan hidup para nelayan di masa lalu. Ketika hasil tangkapan laut surut, mereka tak punya pilihan selain menjual atau menggadaikan barang-barang rumah tangga demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

    Fenomena ini dikenal sebagai pasar nelayan atau dikenal pasar isin [malu], sebuah pasar musiman yang hanya muncul saat musim paceklik melanda. Lokasinya berada di Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, tak jauh dari dermaga Prigi dan bisa berpindah-pindah.

    Jabrin Supriadi, warga setempat sekaligus saksi hidup masa itu, menceritakan bagaimana kondisi nelayan saat laut tak bersahabat. Mereka kehilangan sumber penghasilan, dan satu-satunya jalan adalah menjual barang-barang pribadi.

    “Pasar nelayan ini telah ada sejak dulu. Jika musim paceklik hasil laut, nelayan-nelayan itu menjual barang-barang di rumahnya untuk kebutuhan makan,” ungkap Jabrin.

    Barang-barang yang diperjualbelikan pun beragam, mulai dari elektronik, peralatan dapur, hingga kain jarik yang masih dalam kondisi bagus. Namun, karena sifatnya darurat, harga yang ditawarkan jauh lebih rendah dibanding pasar bekas biasa.

    “Harga sangat jauh beda, persentase turun bisa sampai 25 persen dari harga bekas umumnya,” lanjutnya.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    Pasar ini bukan sekadar tempat jual beli. Jabrin menyebut adanya makelar atau perantara yang membantu transaksi. Para pembeli pun tak hanya dari kalangan nelayan, melainkan juga warga dari berbagai desa di Kecamatan Watulimo.

    “Siapa pun yang beli ya boleh saja. Tempatnya dulu di sekitar Kampung Baru dan belakang Balai Desa Tasikmadu,” terang Jabrin.

    Namun, seiring waktu, pasar tersebut kini tinggal kenangan. Kali terakhir pasar nelayan digelar, menurut Jabrin, terjadi sekitar tahun 2005. Setelah itu, kebiasaan menjual barang saat paceklik mulai ditinggalkan.

    Hal ini tak lepas dari meningkatnya kesadaran nelayan dalam mengelola keuangan. Kehadiran bank, koperasi, dan akses pinjaman yang lebih mudah ikut mendorong perubahan tersebut.

    “Sekarang untuk akses pinjam di bank ya mudah. Koperasi nelayan juga ada, dan kesadaran nelayan itu sekarang sudah tinggi akan pentingnya menabung,” tandasnya.

    Dari kebiasaan menjual barang demi makan, kini para nelayan mulai memikirkan perencanaan keuangan jangka panjang. Sebuah perjalanan perubahan yang membanggakan—dan membuat kita makin tahu Indonesia, dari sudut kecil Prigi yang sarat makna.

    Kabar Trenggalek - Sosial

    Editor:Zamz

    ADVERTISEMENT
    BPR Jwalita