KBRT - Di tengah riuh deru mesin dan debur ombak Teluk Prigi, berdiri sosok kurus tinggi dengan tangan penuh noda cat. Dialah Adam Wibowo (41), seorang pelukis kapal yang telah 12 tahun menorehkan warna dan cerita pada badan-badan kayu yang melintasi laut selatan.
Hari itu, di area industri pembuatan kapal Pantai Cengkrong, Adam tampak khusyuk menggoreskan kuasnya di badan kapal porsen baru. Tangannya lincah, matanya tajam mengamati setiap garis. Tak ada sketsa di tangan, hanya naluri dan pengalaman panjang.
“Saya ini ABK yang jadi pelukis,” kata Adam, tersenyum kecil. Ia bukan pelukis biasa. Ia pelukis kapal—profesi langka yang tumbuh dari naluri seni dan kerasnya hidup di laut.
Adam memulai langkahnya di Prigi bukan sebagai seniman, melainkan sebagai Anak Buah Kapal. Saat itu, dunia lukis di atas kanvas telah ia tinggalkan demi menyambung hidup. Namun siapa sangka, goresan yang pernah ia asah di bangku sekolah kini menemukan tempatnya di lambung-lambung kapal nelayan.
“Dulu waktu pertama ke Prigi, kapal di sini belum ada gambarnya. Rasanya ada yang kurang. Jadi saya coba lukis satu kapal, dari situ mulai dikenal,” tutur pria asal Kecamatan Pogalan yang kini menetap di Desa Prigi.
Satu kapal menjadi dua, dua menjadi ratusan. Kini hampir setiap kapal di Pelabuhan Prigi punya ciri khas lukisan—dari burung elang hingga naga menyembur api, semua hasil tangan Adam.
Proses melukis satu kapal tak singkat. Untuk kapal jenis porsen, Adam menghabiskan waktu rata-rata 10 hari. Ia mengerjakannya sendiri, hanya ditemani pengurus kapal yang berjaga.
“Biasanya saya cat dasar dulu tiga lapis, pakai epoxy atau cat duco supaya pori-pori kayunya tertutup rapat. Baru gambar saya lukis di atasnya,” jelasnya.
Baginya, kualitas hasil lukisan sangat bergantung pada buatan kapal. Semakin halus permukaannya, semakin hidup gambarnya.
“Tiap pembuat kapal hasilnya beda. Kalau kasar, catnya gampang mengelupas,” katanya.
Cat yang ia pakai bukan sembarangan. Adam menggunakan cat khusus anti air yang diklaim bisa bertahan hingga enam tahun meski terpapar cuaca ekstrem laut selatan. Namun cuaca tetap jadi musuh utama. “Kalau hujan, saya berhenti. Kalau dipaksa, nanti cepat rusak,” ujarnya.
Meski tak menempuh pendidikan formal seni rupa, tangan Adam berbicara dengan kuasnya. Ia bukan sekadar pelukis, tapi juga penjaga identitas kapal. Lewat lukisannya, setiap kapal di Prigi punya cerita sendiri—dan semua cerita itu dimulai dari tangan Adam Wibowo.
Kabar Trenggalek - Feature
Editor:Zamz