KBRT – Sejumlah petani di Dusun Suwaru, Desa Krandegan, Kecamatan Gandusari memilih tidak mengikuti penyemprotan hama wereng secara massal yang digelar Dinas Pertanian Kabupaten Trenggalek. Mereka mengaku ragu dengan efektivitas insektisida yang disediakan dan menganggap kegiatan pengendalian tersebut dilakukan terlambat.
“Dari ratusan petani di sini yang ikut hanya 15 orang. Saya juga tidak mau capek gendong semprotan tapi werengnya tetap ada,” ujar Katimin (60), petani asal Dusun Suwaru.
Katimin menyebut, semprotan massal yang dilakukan sekitar sebulan lalu itu tidak efektif karena wereng sudah lebih dulu menyebar dan menyerang sawah-sawah petani.
“Penyemprotan harusnya itu sebelum wereng menyebar. Banyak petani juga ragu karena racunnya dicampur, bukan diberi jatah sendiri-sendiri,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa pengalaman sebelumnya yang gagal dalam penyemprotan massal membuat dirinya dan banyak petani kecewa. Menurutnya, jika insektisida manjur, petani pasti akan mendukung penuh.
Sawah miliknya sudah ia panen dini karena khawatir makin rusak. Ia mengaku hasilnya berkurang akibat serangan wereng.
“Kalau bisa petani jangan cuma diajak foto-foto, lalu ditinggal. Racunnya harus manjur, jangan percuma sudah capek semprot tapi hama tetap ada,” tandasnya.
Senada dengan Katimin, Sukar (58), petani dari Dusun Banaran, juga mengaku kewalahan menghadapi hama wereng. Meski berbeda dusun, Sukar justru belum mendapatkan informasi soal penyemprotan massal.
“Kalau satu rumpun padi itu sudah ratusan wereng yang hinggap, disentuh saja rontok seperti dedak,” ujar Sukar, saat ditemui sedang menyemprotkan insektisida milik pribadi.
Ia mengaku sudah beberapa kali menyemprot karena tanaman padinya yang berusia 50 hari mulai menunjukkan gejala serangan berat.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Trenggalek, Imam Nurhadi, menjelaskan bahwa penyemprotan massal menggunakan bahan aktif hasil formulasi teknis, bukan insektisida umum di pasaran.
“Pengendalian hama tidak efektif kalau tidak dilakukan serentak. Hama hanya berpindah tempat dan akan balik lagi,” ujar Imam lewat sambungan telepon.
Ia menegaskan, petani sebaiknya menyemprot ketika jumlah wereng dalam satu rumpun padi mencapai 20 ekor atau lebih. Selain itu, pengamatan dan gerakan pengendalian harus dilakukan bersama-sama agar hasil maksimal.
“Pemantauan dilakukan oleh petugas POPT, tapi petani juga harus aktif lewat kelompok tani,” lanjutnya.
Imam menambahkan bahwa selain wereng, petani juga perlu waspada terhadap hama potong leher dan sundep. Ia menyarankan petani memperhatikan tanda-tanda alam seperti banyaknya capung atau burung sriti yang mengindikasikan kehadiran hama di sawah.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz