KBRT – Di balik lapak kayu sederhana di timur Terminal MPU Sumbergedong, tampak seorang lelaki sepuh sibuk menuang jamu ke dalam botol. Namanya Katimun, warga RT 13 RW 05 Kelurahan Kelutan, Kabupaten Trenggalek. Usianya kini 68 tahun, dan hampir seluruh hidupnya ia abdikan untuk meracik jamu.
Sejak 1971, Katimun berjualan jamu tradisional. Ia mengolah beras kencur dan kunir asem dari bahan-bahan segar di dapurnya sendiri. Dulu, bersama istrinya, ia bisa memproduksi hingga 500 botol besar per hari. Sekarang, sejak istrinya meninggal, ia hanya sanggup meracik separuh dari jumlah itu.
“Awalnya yang jaga lapak di Pasar Pon itu istri saya. Setelah beliau meninggal, semuanya saya sendiri yang kerjakan,” kata Katimun saat ditemui sambil melayani pelanggan.
Meski usianya tak lagi muda, semangat Katimun tak padam. Ia tetap menjaga rasa dan kesegaran jamunya. Ia tak menambahkan khasiat khusus atau embel-embel penyembuh penyakit dalam dagangannya. Tapi para pelanggan tetap setia, karena rasa jamunya yang khas dan jujur.
“Ya kalau proses bikin jamu pasti beda, tapi orang yang belajar di saya pun tetap beda rasanya padahal sudah sama persis resep dan prosesnya. Beda tangan, sudah pasti beda rasa,” tuturnya, tersenyum.

Tak hanya menjual, Katimun juga membuka pintu bagi siapa saja yang ingin belajar. Di dapur rumahnya, ia telah mengajari puluhan orang cara membuat jamu. Kini, lebih dari 15 perajin jamu baru lahir berkat didikannya.
“Dulu itu terhitung ada sembilan tempat saya kursus belajar bikin jamu. Dari Banyuwangi, Jombang, Mojokerto, ya memang ada kegiatan itu. Banyak pesertanya dari Trenggalek,” kenangnya.
Lima orang di lingkungannya masih aktif berjualan jamu sampai sekarang. Pelanggannya pun tidak hanya dari Trenggalek. Ia pernah menerima pesanan dari Munjungan bahkan Jawa Tengah, meski di sana merupakan sentra jamu.
“Tahun lalu masih ada pelanggan dari Jawa Tengah, padahal di sana pusat jamu. Sekali bawa bisa 60–80 botol ukuran 1,5 liter,” ujarnya.
Katimun kini lebih memilih berjualan secukupnya, menyesuaikan tenaganya yang makin terbatas. Ia hanya ingin tetap hadir bagi pelanggan yang masih datang mencarinya.
Di sela-sela obrolan, jari-jemarinya yang kuning karena rempah tak pernah lepas dari aktivitas menggiling bahan segar. Sebuah bukti bahwa jamu buatannya bukan sekadar tradisi, melainkan warisan rasa yang dijaga puluhan tahun.
Untuk botol 500 ml, jamu Katimun dijual seharga Rp5.000. Sedangkan ukuran 1,5 liter dibanderol Rp15.000. Harga yang tetap terjangkau, tanpa mengurangi kualitas rasa.
Kabar Trenggalek - Feature
Editor:Zamz