KBRT – Besaran retribusi sewa lokasi di kawasan Alun-Alun Trenggalek menjadi sorotan publik usai adanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara kelompok yang mengatasnamakan paguyuban pedagang kaki lima (PKL) dan DPRD Trenggalek.
Dalam forum tersebut, para PKL meminta penurunan tarif sewa stand dalam rangka kegiatan event ekonomi kreatif (ekraf) yang rencananya digelar pada Agustus mendatang.
Keluhan tersebut mencuat lantaran harga sewa dianggap terlalu tinggi oleh para pedagang. Menanggapi hal itu, Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Trenggalek memberikan penjelasan terkait dasar hukum dan mekanisme pengenaan retribusi.
Kepala Sub Bidang Inventarisasi dan Pemanfaatan Aset Daerah Bakeuda Trenggalek, Slamet, menegaskan bahwa tarif sewa sudah diatur dalam regulasi resmi.
“Sesuai tarif retribusi yang diberlakukan yakni Rp1.500 per meter persegi per hari untuk penggunaan komersial,” terang Slamet.
Slamet mencontohkan, jika satu stand berukuran 3x3 meter disewa selama 10 hari, maka besaran retribusi yang harus dibayar adalah 9 meter persegi dikalikan Rp1.500 per hari dikalikan 10 hari.
“Jadi bukan dikatakan mahal atau tidak, tapi semua sesuai aturan. Untuk event, selain biaya retribusi, EO juga menanggung biaya tenda, listrik, kebersihan, hiburan, hingga izin kepolisian,” tambahnya.
Slamet menjelaskan, proses pembayaran retribusi dilakukan lebih dahulu oleh event organizer (EO) sebelum perizinan kegiatan dikeluarkan. Setelah pembayaran diterima, EO bisa melanjutkan proses perizinan ke instansi lain.
“Kalau EO sudah bayar sesuai pengajuan, surat izin baru diterbitkan dan itu yang menjadi dasar untuk izin ke OPD lain, termasuk kepolisian,” ucap Slamet.
Ia juga menegaskan bahwa ketika EO telah membayar retribusi sesuai ketentuan, maka EO berwenang menyewakan kembali lokasi stand kepada pedagang. Hal ini sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Soal pengelolaan wilayah, Slamet menjelaskan bahwa kewenangan izin dibagi dua: area di dalam alun-alun berada di bawah koordinasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sementara area jalan lingkar seputar alun-alun menjadi tanggung jawab Bakeuda.
Namun, meskipun izinnya dikeluarkan oleh dua instansi berbeda, seluruh pembayaran retribusi tetap masuk melalui Bakeuda, karena DLH belum memiliki bendahara penerimaan resmi.
“Kalau area dalam alun-alun, izinnya melalui LH, tapi bayarnya tetap ke Bakeuda. Sedangkan di sekitar alun-alun langsung ke Bakeuda,” tutupnya.
Kabar Trenggalek - Politik
Editor:Lek Zuhri