Kabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari iniKabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari ini

Press ESC / Click X icon to close

Kabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari iniKabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari ini
LoginKirim Artikel

Kisah Perajin Tempe Karangan yang Tetap Tangguh Hadapi Lonjakan Harga Kedelai

Sudarti, perajin tempe di Karangan, mempertahankan produksi rumahan warisan keluarganya meski harga kedelai naik dalam tiga bulan terakhir.

Poin Penting

  • Sudarti memproduksi lebih dari 1.000 tempe setiap hari di Pasar Subuh Karangan.
  • Ia bertahan meski harga kedelai naik sejak tiga bulan terakhir.
  • Usaha keluarga ini telah menyekolahkan kedua anaknya hingga perguruan tinggi.

KBRT – Sudarti (50), perajin tempe asal RT 31 RW 08 Desa Karangan, Kecamatan Karangan, tetap menjaga produksi harian meski harga kedelai terus naik dalam tiga bulan terakhir. Setiap hari sebelum pukul 04.00 WIB, ia sudah berjualan di Pasar Subuh Karangan.

ADVERTISEMENT

Usaha tempe warisan orang tuanya yang telah berjalan lebih dari tiga dekade itu menjadi sumber penghidupannya hingga kini. Kamis (11/12/2025), ia menceritakan perjalanan usahanya.

Sudarti mulai meneruskan usaha tempe milik ibunya pada awal 1990-an. Setelah belajar memproduksi dan memasarkannya, ia perlahan kembali membangun pelanggan ibunya yang sempat menurun. Kini, lebih dari 40 kilogram kedelai diolah menjadi tempe setiap hari sebelum dibawa ke Pasar Subuh.

“Kalau rame sebelum jam 05.30 sudah bisa pulang. Tapi kalau hujan sedikit saja bisa molor. Sehari itu rata-rata ya seribu lebih tempe yang dijual,” katanya.

Ia memproduksi tiga jenis tempe, mulai dari tempe gedebog berbahan pelepah pisang, tempe bungkus plastik ukuran biasa, hingga ukuran kecil. Harga satuan dibanderol Rp 2.000, kecuali ukuran kecil dijual Rp 1.000. Sebagian besar pelanggan lebih memilih membeli satu ikat berisi 13 tempe seharga Rp 20.000.

“Satu ikat isi 13 tempe itu harganya Rp 20.000 kalau yang biasa. Biar mudah dan pedagang sayur keliling enak ambil untungnya,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

Usaha rumahan itu telah menghidupi keluarganya. Putri sulung Sudarti kini tinggal di Malang bersama suaminya, sementara putra keduanya baru lulus program S1 di Universitas Brawijaya dan bekerja di Jakarta.

“Biarkan orang tuanya dagang tempe yang penting anaknya bisa sekolah, sudah bisa kerja,” katanya.

Dalam satu hari, omzet penjualannya dapat mencapai lebih dari Rp 500.000. Namun, kenaikan harga kedelai membuatnya was-was. Ia mencatat harga kedelai naik dari Rp 7.500 menjadi Rp 9.900 per kilogram dalam tiga bulan terakhir.

Menurutnya, tempe gedebog tetap menjadi yang paling dicari pelanggan. Selain soal rasa, ia menilai kualitas menjadi kunci agar usahanya tetap berjalan.

“Bungkus debok masih saya pakai karena pelanggan banyak yang cari. Kalau diteliti rasa tempe debog itu lebih gurih. Teman-teman di pasar banyak yang produksi lebih besar. Kalau saya sesuai kemampuan saja asalkan jaga kualitas dan jalan terus,” ujarnya.

Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.
Dukung Kami

Kabar Trenggalek - Ekonomi

Editor: Zamz