KBRT – Antrean panjang kendaraan solar di Trenggalek terlihat di SPBU Widowati, Jalan Soekarno-Hatta, Kabupaten Trenggalek. Belasan truk dan pikap berjajar hingga meluber ke badan jalan, tepatnya menuju simpang lampu lalu lintas depan pos Lantas setempat.
Beberapa sopir tampak berbincang di bawah pohon, menunggu giliran untuk mendapatkan solar yang pasokannya kian tak menentu.
“Saya dari Tugu, lihat di sini ada solar ya ikut ngantri buat perjalanan ke Blitar. Soalnya SPBU lain cuma ada plang ‘solar dalam perjalanan’,” ujar Muhammad Alim, sopir truk LPG asal Kecamatan Tugu.
Alim bercerita sudah hampir setengah jam mengantre di SPBU tersebut, sementara jarum jam menunjukkan pukul 17.00 WIB lewat. Ia mengaku kelangkaan solar mulai terasa sejak awal Oktober di hampir semua SPBU wilayah Trenggalek.
“Seperti di sini itu tak sampai sehari pasti sudah habis lagi, dan datangnya baru dua kali sehari. Saya biasanya beli di sini atau di Karangsoko, tapi di sana antreannya bisa lebih panjang. Kalau tidak antre, ya tidak kebagian, malah repot tidak bisa kerja,” katanya.
Ia menambahkan, di SPBU Panggul, antrean solar bahkan bisa mencapai lebih dari satu kilometer. Dalam sekali isi penuh, truk pengangkut gas LPG miliknya bisa menghabiskan Rp650.000.
Menurut Alim, meski harga Dexlite lebih stabil, namun biayanya dua kali lipat dibanding solar bersubsidi. Saat ini, harga solar subsidi sekitar Rp6.800 per liter, sedangkan Dexlite mencapai Rp13.700 per liter.
Keluhan serupa disampaikan Endri Effendi (24), pengemudi pikap asal Desa Cakul, Kecamatan Dongko. Ia mengaku harus antre lama di SPBU Karangsoko sehari sebelumnya.
“Saya mau ke Tulungagung ambil ketela. Kalau sampai di ladang habis, hanya bisa menangis. Makanya lebih baik ngantri,” ujarnya, Kamis (09/10/2025).
Endri menuturkan, SPBU di sekitar desanya juga kerap kosong. “Ya harus rela antre, walaupun bisa sama lamanya dengan istighosah, kalau tidak pakai solar ya tidak bisa kerja,” katanya.
Kondisi ini disebut dipicu oleh penurunan kuota Bio Solar tahun 2025 dan jadwal pengiriman pasokan yang tidak merata di setiap SPBU.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Trenggalek, Cusi Kurniawati, membenarkan bahwa pasokan Bio Solar di beberapa SPBU memang menurun sejak awal Oktober.
“Dari 16 SPBU, yang 15 masih beroperasi, tapi kondisinya bervariasi sesuai jadwal pasokan. Ada yang seminggu empat kali, dua kali, bahkan ada yang setiap hari. Sedangkan PT JET sudah kosong. Bupati sudah bikin dua surat, khusus untuk PT JET dan secara umum untuk SPBU Trenggalek, masih menunggu respon dari BPH Migas,” jelas Cusi.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Zamz