Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel

Meski Plastik Merajalela, Daun Pisang Tetap Jadi Primadona di Pasar Subuh Trenggalek

Meski kemasan plastik makin marak, daun pisang di Pasar Subuh Trenggalek tetap diburu pedagang makanan tradisional seperti pecel dan tempe.

  • 10 Oct 2025 10:00 WIB
  • Google News

    Poin Penting

    • Pedagang daun pisang di Pasar Subuh Trenggalek masih bertahan.
    • Dalam sehari, penjualan daun pisang mencapai 20–30 ika.
    • Harga daun pisang naik saat musim hujan.

    KBRT – Pasar Subuh Trenggalek masih menyisakan pemandangan lawas. Di antara deretan los pasar yang ramai, tumpukan daun pisang segar tampak dijajakan di pinggiran. Meski kemasan plastik kini mendominasi, bagi sebagian pedagang makanan seperti tempe dan pecel, daun pisang tetap tak tergantikan.

    Suryo Prono (43), salah satu pedagang daun pisang di Pasar Basah Trenggalek, mengatakan pelanggan setia dari penjual jajanan tradisional masih menjadikan daun pisang sebagai bungkus utama.

    “Kalau saya sudah 20 tahunan berjualan daun pisang ini, kalau ibu ya lebih dari 50 tahun. Pedagang makanan seperti pecel, bothok, dan produsen tempe masih tetap rutin membeli daun pisang,” katanya.

    Sambil membersihkan dan menata lembaran daun pisang, Suryo bercerita bahwa rata-rata dalam sehari ia bisa menjual sekitar 20 ikat daun pisang siap pakai. Setiap ikat berisi lima lembar daun dari pelepah pisang.

    Pedagang asal Dusun Ngepoh, Desa Sambirejo, Kecamatan Trenggalek, itu memperoleh stok daun pisang dari petani yang mengantarkannya langsung ke rumah. Namun, kelangkaan kerap terjadi pada musim-musim tertentu.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Bisa langka itu waktu musim hujan, atau seperti saat ini yang lagi banyak ulat. Harganya juga bisa ikut naik kalau barang sedang langka. Misalkan saat ini itu harganya Rp4.000–Rp5.000, kalau waktu Lebaran bisa naik sampai Rp10.000 karena tidak ada petani yang cari,” ujarnya.

    Menurutnya, maraknya penggunaan kemasan plastik turut memengaruhi penjualan. Beberapa tahun lalu ia bisa menjual 40–50 ikat daun pisang per hari, kini turun menjadi sekitar 20–30 ikat saja.

    Selain itu, kenaikan harga bahan baku makanan seperti kelapa untuk bothok dan kedelai untuk tempe juga berdampak karena mengurangi produksi pedagang makanan tersebut.

    “Peminatnya memang tetap ada, tapi semenjak ada pandemi dan pengusaha banyak yang mandek, daun pisang di sini juga ikut menurun. Ya kalau dipikir harga daun pisang itu lebih mahal daripada kertas minyak atau plastik. Tapi daun pisang di makanan seperti bothok, brengkes, tempe, dan pecel kan tidak bisa digantikan,” tuturnya.

    Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.

    Kabar Trenggalek - Ekonomi

    Editor:Zamz