KBRT – Polemik mahalnya harga seragam sekolah mencuat setelah sejumlah wali murid mengeluhkan biaya pengadaan yang mencapai lebih dari satu juta rupiah. Padahal, menurut pelaku usaha konveksi di Trenggalek, harga satu setel seragam standar seharusnya tidak sampai Rp150.000.
Haniyah Rahman (46), pemilik konveksi di Kelurahan Ngantru, menyebutkan bahwa harga jas almamater pun masih berkisar di angka Rp150.000, tergantung bahan dan jumlah pesanan.
“Dari saya tidak pernah ambil untung banyak-banyak. Kalau konveksi yang kerja sama dengan sekolah kemungkinan selisihnya banyak,” kata Hani saat ditemui.
Hani mengaku selama ini melayani berbagai jenis pesanan seragam, mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah menengah, terutama seragam olahraga. Namun, ia belum pernah bekerja sama langsung dengan sekolah untuk pengadaan seragam seluruh siswa.
“Pernah saya melayani seragam SMP atau SMA, tapi tidak sampai semua seragam dari Senin sampai Sabtu,” tambahnya.
Menurut Hani, ia lebih memilih menjaga loyalitas pelanggan daripada mengambil keuntungan besar. Keuntungan dari setiap item pesanan sangat bervariasi, karena dalam praktiknya sering terjadi tawar-menawar antara pembeli dan penjahit.
“Misalnya seragam olahraga yang bahannya standar dan lengan panjang Rp60.000 untuk SD. Sedangkan untuk SMP dan SMA sekarang harganya di Rp70.000 – Rp80.000,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa item pelengkap seperti dasi dan topi sekolah dibanderol cukup murah. “Kalau harga dasi sekolah SMP atau SMA biasa itu harganya Rp9.000, topi seragam paling mahal dari sini Rp15.000,” tandas Hani.
Usaha konveksi yang digelutinya sudah dirintis sejak 2012. Namun jauh sebelum itu, Hani sudah terbiasa menjahit pakaian yang dijual di pasar.
Sementara itu, SMPN 1 Pogalan Trenggalek, menjual seragam ke Siswa Baru Rp1.190.000 dan untuk siswa perempuan mencapai Rp1.345.000, hal itu dibenarkan Humas SMPN 1 Pogalan, Imam Choirudin.
Katanya, sekitar 90 persen dari 304 siswa baru tahun ajaran ini membeli seragam dari pihak sekolah. Namun, ia menegaskan bahwa sekolah telah menyampaikan kebijakan bebas pembelian seragam kepada para wali murid.
“Sosialisasi dilakukan satu kali setelah daftar ulang selesai. Para wali murid kami undang kembali ke sekolah,” ujar Imam.
Ia juga menekankan bahwa pembayaran dilakukan langsung ke pihak vendor, bukan melalui sekolah. “Tidak ada paksaan sama sekali. Penawaran dan pembayaran juga langsung ke vendor tanpa melalui sekolah,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Trenggalek, Agoes Setiono, menegaskan bahwa tidak ada aturan yang mewajibkan orang tua membeli seragam dari vendor yang ditentukan pihak sekolah.
“Pembelian seragam itu tergantung orang tua yang membiayai, tidak ada kewajiban beli di satu tempat. Silakan ada pilihan, bahkan mau beli di mana saja, monggo, tidak harus sekolah,” jelas Agoes.
Ia juga menambahkan bahwa jika ada pengusaha atau pelaku konveksi yang menawarkan kerja sama dengan sekolah, hal itu diperbolehkan asalkan tidak ada penunjukan eksklusif kepada satu pihak.
“Kalau ada pihak pengusaha atau konveksi, tidak mungkin kami menolak. Tapi tidak boleh menunjuk si A atau si B secara eksklusif untuk pengadaan seragam,” tutupnya.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Zamz