KBRT — Upaya pengelolaan sampah di Kabupaten Trenggalek belum sepenuhnya berjalan efektif. Dari total desa yang ada, baru sekitar 35 persen yang memiliki bank sampah aktif. Kondisi ini disorot Ketua Paguyuban Bank Sampah Trenggalek, Edy Susanto, karena lemahnya dukungan pemerintah terhadap pegiat lingkungan di tingkat akar rumput.
“Memang selama ini teman-teman relatif komplain, karena kami yang bergerak di bidang lingkungan membantu pemerintah dalam realisasi program seperti Net Zero Carbon, kadang support-nya tidak ada. Padahal, ada bank sampah mandiri yang selalu berjuang di tempatnya,” ujar Edy.
Edy menilai, meski pemerintah kabupaten memiliki program seperti Adipura Desa, namun dukungan terhadap keberlanjutan bank sampah belum terasa. Banyak pengelola bank sampah yang berperan besar dalam menyiapkan desa mengikuti lomba kebersihan, tetapi setelah lomba selesai, perhatian pemerintah kembali menurun.
“Dari yang teman-teman alami, setelah pengumuman pemenang lomba dan hadiah sudah diberikan, tidak ada dampaknya buat bank sampah. Misalkan untuk pengadaan sarpras jadi teman-teman protes di forum, karena sudah susah payah berjuang, tapi tidak ada timbal baliknya,” keluh Edy.
Ia menyebut, dari 157 desa di Kabupaten Trenggalek, sebagian besar belum memiliki bank sampah. Padahal, keberadaan bank sampah berperan penting dalam menekan volume sampah dari sumbernya, sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat melalui pengelolaan berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Edy berharap, ke depan pengelolaan bank sampah dapat dikembangkan ke arah industri daur ulang agar hasil olahan memiliki nilai jual lebih tinggi.
“Sampah-sampah anorganik dari Trenggalek masih dijual mentah. Harapannya kalau bisa diolah dapat meningkatkan harga beli bagi bank sampah desa. Jangan sampai kader lingkungan kehilangan semangat karena harga jual rendah, padahal aktivitas mereka luar biasa,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Trenggalek menegaskan bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab bersama, termasuk dari masyarakat.
Kepala Bidang Kebersihan Dinas PKPLH Trenggalek, Fahmi Rizab Syaifudin, mengatakan bahwa penerapan prinsip 3R menjadi kunci untuk menekan timbulan sampah yang terus meningkat.
“Mengurangi penggunaan barang sekali pakai atau reduce dapat menekan timbulan sampah dari sumbernya. Begitu pula dengan penggunaan barang berkelanjutan (reuse). Sementara pendaurulangan (recycle) dapat membentuk ekonomi sirkular atau berkelanjutan,” ujar Fahmi.
Kabar Trenggalek - Lingkungan
Editor:Zamz