KBRT — Lulus dari Program Studi Kesejahteraan Sosial Universitas Jember, Sutomo tak pernah menyangka nasib justru membawanya ke dunia bisnis. Alih-alih berkarier dalam birokrasi atau pelayanan sosial, ia kini menjalani hari-hari sebagai pedagang telur di trenggalek.
Meski menyandang gelar sarjana, Sutomo tak berakhir seperti teman-teman seangkatannya yang telah menjabat di berbagai kedinasan. Ia justru memilih menjadi pedagang telur dan daging di kampung halamannya.
“Dulu setelah sadar tidak bisa mendapat pekerjaan dari apa yang saya dapat di bangku perkuliahan, saya ikut ngenger dengan peternak ayam selama kurang lebih 20 tahun untuk menimba ilmu kembali sebelum membuka usaha saya sekarang ini,” ujarnya.
Sutomo lulus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jember pada tahun 1990. Menurutnya, ilmu yang diperolehnya di perkuliahan tidak ada yang sia-sia. Meski tidak setenar teman seangkatannya, ia mengaku bangga dengan apa yang telah diraih saat ini.
“Saya tetap bangga karena telah mendapatkan hasil dari keringat saya sendiri. Setelah belajar bagaimana perilaku hewan ternak dan konsumen dalam peternakan, akhirnya saya sekarang telah menjalankan usaha sendiri selama lima tahun,” ungkapnya.
Dengan bisnis telurnya, Sutomo mampu memutar omzet sekitar 1 kuintal telur per hari—jumlah yang cukup besar. Kerja keras dan ketekunannya kini menghasilkan perputaran modal hingga puluhan juta rupiah per bulan.
“Nilai sebuah ilmu memang lebih besar dan berharga daripada sejumlah materi. Meski belum bisa memberi materi, siapapun yang ingin belajar tentang peternakan ayam sekarang saya sudah siap untuk memberikan ilmunya,” tandasnya.
Namun, Sutomo mengaku saat ini mengalami penurunan omzet akibat kenaikan harga telur dalam sepekan terakhir. Menurutnya, fluktuasi harga telah menyebabkan omzetnya turun hingga 50% dibandingkan hari biasa.
“Entah karena keadaan ekonomi yang katanya lagi turun atau bagaimana, saya tidak tahu pasti. Tetapi kali ini omzet saya lagi turun. Padahal kalau di momen-momen seperti hari raya atau tahun baru saya dapat menjual 1,5 hingga 2 kuintal telur dalam sehari,” imbuhnya.
Sutomo menjelaskan, perilaku konsumen yang menurun akan berangsur-angsur kembali normal jika kenaikan harga berlangsung selama tujuh hingga sepuluh hari.
“Berdasarkan pengalaman saya, konsumen akan terbiasa dan kembali membeli telur dalam jumlah seperti sebelum harga naik jika perkembangan harga telah bertahan dalam waktu segitu,” pungkasnya.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz