Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account
ADVERTISEMENT
JImat

Sunah Hari Raya Iduladha, Bertakbir Hingga Menerima Tamu

  • 14 May 2025 09:00 WIB
  • Google News

    KBRT - Tidak lama lagi, umat muslim akan menjalankan ibadah di Hari Raya Iduladha. Serangkaian sunah yang dapat dijalankan pada momen ini mulai dari berpuasa dengan ganjaran dan berkah, sholat Iduladha, hingga berkurban.

    Dilansir dari buku Dakwah Cerdas: Ramadhan, Idul Fitri, Walimatul Hajj dan Idul Adha karya Dra. Udji Asiyah, M.Si, inilah sunah ketika perayaan Iduladha.

    Bertakbir

    Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya, beliau menjawab, “Segala puji bagi Allah, pendapat yang paling baik tentang masalah takbir yang dipegang oleh jumhur (mayoritas) ulama Salaf dan Fukaha dari kalangan sahabat dan para Imam adalah bertakbir mulai pagi hari Arafah (9 Dzulhijjah) sampai akhir dari hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah) setelah shalat, dan disyariatkan bagi tiap orang untuk menjaharkan (mengeraskan suara) saat bertakbir ketika keluar untuk Id. Dan hal ini berdasarkan kesepakatan para Imam yang empat. Dan adalah Ibnu ‘Umar apabila keluar ke mushala pada hari raya Idulfitri dan Iduladha menjaharkan takbir sampai ke musala kemudian bertakbir sampai datangnya Imam”. 

    Tidak Makan Sebelum Selesai Shalat Iduladha

    Rasulullah saw. sebelum pergi ke musala pada ‘Idul-fitri, beliau makan beberapa biji kurma dan beliau memakannya dengan jumlah yang ganjil. Adapun pada Idul-adha, beliau tidak makan sampai beliau kembali dari mushala, dan beliau makan dari sembelihan kurban.

    Berhias

    Kebiasaan Nabi saw. shalat Id pada dua hari raya Idulfitri dan Iduladha di musala (lapangan), yang letaknya di pintu kota Madinah bagian timur. Beliau memakai pakaian yang paling baik. Beliau juga memiliki selendang yang beliau pakai saat dua hari raya dan hari Jumat. 

    Demikian pula Ibnu ‘Umar punya kebiasaan memakai pakaian terbaiknya saat tiba dua hari raya. (Diriwayatkan oleh Ibn Ab Dunya dan Al-Baihaqi dengan sanad yang sahih sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafidz Ibn Hajar Al-‘Asqalani di dalam Al-Fath).

    Perhiasan adalah tanda yang paling menonjol yang mem­bedakan hari raya dengan hari-hari lainnya, hanya saja seringkali terjadi beberapa penyimpangan. Rasulullah saw. memperingatkan agar tidak memakai pakaian yang me­lampaui batas sampai terseret di tanah, apalagi disertai de­ngan kesombongan.

    Larangan dalam berlebihan dan bersikap sombong sangat perlu untuk diper­ha­tikan, sehingga seseorang dalam bertindak baik makan, minum, bersedekah maupun berpakaian hanyalah sekedar yang memenuhi kebutuhan, bukan yang diinginkan dan tanpa disertai berlebihan serta kesombongan, merasa yang paling baik dan merendahkan yang lainnya, merasa yang paling syar’i dan yang lainnya tidak.

    Bersihkan yang Mengotorinya

    Ketika pakaian kotor, bisa dipastikan kita segera meng­hi­lang­kan dan membersihkannya, bahkan dengan mudah untuk me­nye­rahkan uang demi membersihkan kotoran-kotoran dari pakaian tersebut demi penampilan yang sem­purna. 

    Jika tidak se­gera dibersihkan, niscaya akan mencemari kesucian dan ke­mur­niannya. Sangat ironis mengapa seseorang tidak ridha de­ngan kotoran-kotoran lahiriah, tetapi dia rida dengan ko­toran-kotoran batin. 

    Padahal jika kita segera menyadari atas kesalahan yang telah dilakukan dan bersegera menghapuskan dan mem­ber­sih­kannya dengan taubat nasuha serta memohon ampunan dari Allah Swt., niscaya akan sempurna perhiasan lahiriah yang terpakai yang diikuti dengan penyempurnaan perhiasaan batin, sehingga akan memancar keindahannya dari dalam.

    Mengambil Jalan yang Berbeda

    Dan pada hari Id Rasul saw. mengambil jalan yang berbeda antara pergi dan pulangnya. Hal ini membawa hikmah dapat memberi salam kepada orang-orang yang melewati jalan tersebut dan untuk menampakkan syiar Islam.

    Semua Diajak Keluar

    Rasulullah saw. memerintahkan agar orang-orang mengajak wanita-wanita yang haid dan gadis-gadis pingitan yang seyogyanya tidak diperkenankan untuk keluar, agar mereka diajak keluar guna menyaksikan shalat dan untuk menyaksikan kebaikan serta doanya kaum muslimin. 

    Di dalam peristiwa yang demikian terdapat makna jemaah, bersatu dan merasa seperti satu tubuh. Anggota yang satu sakit, yang lain bisa ikut merasakannya. Sebaliknya jika anggota yang satu bahagia, yang lain pun bisa ikut serta merasakannya, betapa pentingnya menumbuhkan empati di antara umat.

    Berjalan Kaki ke Masjid

    Biasanya Rasulullah saw. keluar menuju menuju shalat Hari Raya dengan berjalan kaki.

    Menyambut Tamu

    Keinginan menghormati tamu memang dianjurkan. Namun demikian Allah Swt. tidak menyukai orang yang berlebihan. Demikian pula ketika berlebihan dalam merayakan Id dengan membeli berbagai macam makanan, minuman, kue dengan harga yang mahal. Cukup membelanjakan, tidak berlebih-lebihan dan tidak pelit, yakni tengah-tengah.

    Kabar Trenggalek - Edukasi

    Editor:Zamz