Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel

Paidi, Pande Besi Tua yang Menjaga Warisan Tempa Besi di Trenggalek

  • 19 Aug 2025 08:00 WIB
  • Google News

    KBRT - Suara nyaring palu menghantam besi terdengar jelas dari sebuah bangunan sederhana di Dusun Ndadap Tulis, Kelurahan Kelutan, Kecamatan Trenggalek. Di balik dentuman itu, tampak Paidi (66) berdiri tegap, memegang palu besar, mengayunkan tenaga yang tersisa untuk menempa linggis pesanan pelanggannya.

    Di usia yang tak lagi muda, Paidi masih setia menjalani profesi sebagai pande besi—sebuah pekerjaan turun-temurun yang kini semakin sulit dijumpai. “Saya itu generasi keempat. Dari kakek sudah jadi pande besi. Tapi saya tidak tahu siapa yang akan meneruskan, anak saya semua perempuan,” ucap Paidi, sembari menyeka keringat yang menetes dari keningnya.

    Saat ditemui, Paidi tengah menyambung linggis yang patah. Semua proses ia kerjakan sendiri, mulai dari membakar, menempa, hingga mempertajam. Sesekali ia ditemani dua orang yang biasa membantunya, tetapi kali ini ia bekerja sendirian. “Mereka sudah lama bantu saya, tapi sampai sekarang belum ada yang bisa mengerjakan seperti saya,” katanya.

    Paidi mengenang masa mudanya ketika ia belajar menempa besi tanpa guru formal. “Dulu saya ikut bapak. Waktu saudara-saudara memilih sekolah, saya tetap di sini, ikut kerja. Akhirnya bapak menyuruh saya mengerjakan pesanan sendiri,” ceritanya.

    Bagi Paidi, pekerjaan ini bukan sekadar mata pencaharian. Sejak masih bujang, ia sudah menggantungkan hidup di atas tungku pembakaran. Hingga kini, setelah rambutnya memutih, dentuman palu tetap menjadi irama harian di bengkel kecilnya.

    “Dulu, sebelum ada traktor, hampir setiap petani pasti membawa cangkul untuk diasah setidaknya sekali setahun. Supaya tidak lengket di sawah,” kenangnya.

    Kini, pesanan lebih beragam: mulai dari memperbaiki linggis, membuat mata kapak, hingga menerima permintaan pisau sembelih menjelang Iduladha. Harga jasa pun disesuaikan dengan tingkat kesulitan, mulai Rp20.000 untuk perbaikan sederhana, hingga Rp100.000 ke atas untuk pembuatan gaman seperti sabit atau golok sembelih.

    ADVERTISEMENT
    Migunani
    Kobaran api pande besi di Trenggalek. KBRT/Nandika

    Meski sederhana, bengkel besi Paidi tidak pernah sepi. Pengalaman puluhan tahun membuat pelanggan tetap mempercayakan peralatan mereka di tangannya. Bahkan, ada yang masih mengingat ayahnya, seorang pande besi terdahulu, yang pernah melayani di tempat yang sama.

    Namun, di balik ketekunan itu, Paidi menyimpan kekhawatiran. Regenerasi pande besi hampir punah. Ia pernah mendengar masih ada pande di Dusun Jongke, Desa Sukorame, atau Dusun Gebang, Desa Ngadirejo, tetapi kini sebagian besar sudah meninggal tanpa penerus.

    “Dua anak saya perempuan semua, jelas tidak bisa meneruskan. Tapi menantu saya kadang ikut. Kalau nanti bisa benar-benar meneruskan, ya biar melanjutkan,” ujarnya penuh harap.

    Paidi sadar, profesi pande besi bukan sekadar soal ketahanan fisik. Ada ketelitian, pengalaman, dan rasa tanggung jawab besar kepada pelanggan. Bagi Paidi, menjaga kepercayaan orang adalah warisan tak ternilai dari leluhurnya.

    “Tempat ini sudah puluhan tahun jadi ladang, sawah, dan kantor saya. Kadang ada pelanggan bercerita masih sempat menjumpai bapak saya yang dulu juga jadi pande di sini,” tuturnya.

    Dentuman palu Paidi mungkin terdengar biasa. Namun, bagi Trenggalek, itu adalah bunyi warisan—sebuah tanda bahwa keahlian tua belum benar-benar hilang, meski perlahan terancam tanpa penerus.

    Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.

    Kabar Trenggalek - Feature

    Editor:Zamz