KBRT – Fenomena kemarau basah ternyata tak menyurutkan minat masyarakat terhadap hobi bermain layangan. Di Desa Sukorame, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek, aktivitas produksi layang-layang justru menggeliat berkat permintaan yang tetap tinggi.
Di rumah Bagus Okta (22), sekelompok pemuda tampak sibuk menipiskan bilah bambu yang akan dijadikan kerangka layangan. Hobi sejak kecil yang semula hanya iseng, kini berubah menjadi usaha sampingan yang cukup menjanjikan.
“Saya aktif bikin untuk dijual itu dari tahun 2023. Dari kecil memang sudah hobi. Iseng membuat banyak, kok ada yang nawar, jadi keterusan sampai sekarang,” ujar Bagus.
Saat ini, Bagus bekerja bersama sekitar empat temannya dalam memproduksi layang-layang berbagai jenis. Meski berkelompok, mereka bekerja secara mandiri sesuai pesanan masing-masing.
“Yang paling laris itu jenis Pegon, yang ukurannya setengah meter. Kalau pembeli dari dekat-dekat sini biasanya langsung diambil. Tidak pernah saya mengantar atau COD,” terangnya.
Dalam sebulan, Bagus mengaku bisa memproduksi puluhan layang-layang, baik berdasarkan pesanan maupun untuk stok yang akan dipasarkan. Jika salah satu dari mereka kewalahan memenuhi pesanan, mereka saling membantu.
“Siapa yang sudah dapat pesanan duluan, ya dia yang kerja dulu. Kalau ada yang kewalahan, diserahkan ke yang lain biar nggak kerepotan,” ungkapnya.
Dari bisnis ini, Bagus memperoleh omzet kurang dari Rp1 juta per bulan. Meski kecil, ia mengaku tetap menikmati prosesnya karena sejalan dengan hobinya.
“Dalam sebulan kira-kira tidak sampai satu juta omzetnya. Tapi enak karena bisa di rumah, kerja juga senang karena memang hobi dari dulu. Kalau kata kami itu hobi yang bermanfaat,” kata Bagus.
Ia juga menceritakan bahwa salah satu temannya pernah menerima pesanan dari Pulau Kalimantan melalui media sosial. Layangan berukuran besar itu dikirim menggunakan jasa kargo dengan biaya ditanggung oleh pembeli.
“Itu belum yang paling besar,” kata Bagus sambil menunjuk salah satu layangan jenis Gapangan yang lebarnya lebih dari tiga meter.
Layangan terbesar yang pernah dibuatnya bahkan sempat ditawar hingga Rp750.000 karena desain dan variasi ukurannya yang menarik. Musim layangan yang memuncak sejak pertengahan tahun biasanya bertahan hingga Desember, tergantung tren di masyarakat.
Bagus dan rekan-rekannya melayani berbagai jenis pesanan layangan seperti Pegon, Gapangan, Elang, dan model-model lainnya. Untuk bahan baku, mereka mengandalkan bambu dari wilayah Kampak yang dinilai lebih kuat dan berkualitas.
“Modalnya itu utamanya bambu. Kami dapatnya dari daerah Kampak. Ya, kualitasnya lebih bagus, lebih kuat. Kalau harganya itu Rp20.000 per batang dengan panjang sekitar lima meter,” ucap Bagus.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz