Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Lesu Diterpa Tren Baru, Pedagang Sepeda Onthel Bertahan di Trenggalek

  • 19 Apr 2025 12:00 WIB
  • Google News

    KBRT – Di tengah gemuruh inovasi kendaraan listrik yang semakin marak, suara gemeretak pedal sepeda onthel perlahan kian jarang terdengar. Di sudut Pasar Burung Trenggalek, seorang pria sepuh tetap setia merawat dan menjajakan sepeda-sepeda tuanya.

    Yajib (73), warga Desa Ngulan Kulon, telah mendedikasikan hidupnya pada dunia sepeda onthel sejak tahun 1963.

    “Tahun-tahun ini peminat sepeda onthel semakin sepi, bahkan dalam dua bulan terakhir ini tidak ada pembeli sepeda onthel sama sekali, apalagi dengan banyaknya sepeda listrik yang beredar,” ujarnya dengan nada lirih.

    Setiap hari, Yajib membuka lapak di area pasar burung, bahkan sejak hari kelima lebaran. Namun, harapan akan datangnya pembeli sepeda onthel belum juga terwujud. Ia mengaku tetap memajang sekitar 15 unit sepeda onthel dari garasinya, dengan harga berkisar antara Rp3 juta hingga Rp5 juta per unit.

    “Kalau dalam pasar ini, ya ada sekitar lima belas sepeda onthel yang saya keluarkan dari garasi untuk saya pajang setiap hari. Harganya mulai dari 3 juta sampai 5 juta rupiah yang saya jual di sini,” ungkapnya.

    Tak hanya di pasar, di rumahnya pun masih banyak sepeda onthel yang belum berpindah tangan. Beberapa di antaranya bahkan bernilai belasan juta rupiah. Namun, ia menyadari bahwa pasar sepeda onthel kini semakin terbatas, terlebih peminat utamanya kini banyak yang telah tiada.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Kalau orang hobi dan senang sepeda onthel, harga belasan juta sudah wajar, tetapi sekarang peminatnya yang rata-rata adalah orang tua kebanyakan memang sudah meninggal,” imbuhnya.

    Yajib mengenang masa kejayaan sepeda onthel, kala komunitas-komunitas aktif menggelar acara gowes bersama. Ia menyebutkan bahwa pada masa Bupati Mulyono menjabat, kegiatan sepeda onthel bahkan digalakkan hingga ke pelosok desa.

    “Dulu saat Bupati Mulyono menjabat, komunitas peminat sepeda onthel di Trenggalek masih ramai, bahkan selain menggelar acara sepeda onthel, kebersihan Pasar Burung sini pun masih terjaga sampai rumput pun tidak ada yang tersisa karena telah dibersihkan,” tandasnya.

    Menurutnya, perubahan tidak hanya terjadi pada tren, tetapi juga pada suasana pasar. Selokan yang dulu bersih kini tampak rusak dan dipenuhi sampah. Meski tidak mengganggu aktivitasnya secara langsung, perubahan itu cukup mencolok baginya.

    “Saat masih muda saya pernah berjualan berkeliling pasar, dari Tulungagung, Nganjuk hingga Ponorogo. Namun sekarang sudah tidak bisa karena usia saya yang tidak memungkinkan,” pungkasnya.

    Meski diterpa arus modernisasi, Yajib tetap berdiri sebagai penjaga jejak sejarah. Sepeda onthel bukan sekadar barang dagangan baginya—melainkan bagian dari perjalanan hidup, budaya, dan kenangan yang ingin terus ia rawat di tengah perubahan zaman.

    Kabar Trenggalek - Sosial

    Editor:Zamz

    ADVERTISEMENT
    Lodho Ayam Pak Yusuf