KBRT - Sosok Edy Susanto tak asing bagi sebagian masyarakat Desa Kamulan, Kecamatan Durenan. Pria kelahiran 1984 itu kini menjabat sebagai Direktur Bank Sampah Pemuda “Banksamu”, yang saat ini telah ditetapkan sebagai Bank Sampah Induk Kabupaten Trenggalek.
Kisah Edy bergelut di dunia persampahan dimulai pada 2017. Berawal dari keresahan para pemuda yang ingin membuat gerakan sosial bernilai profit, Edy bersama rekan-rekannya dari Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Durenan menginisiasi pendirian Banksamu.
“Dulu pemuda ingin menginisiasi gerakan sosial yang ada profitnya. Saat itu kami kesulitan anggaran, akhirnya tercetuslah pembentukan bank sampah ini,” ungkap Edy kepada Kabar Trenggalek.
Pada awal berdiri, Edy bersama para pemuda terjun langsung ke masyarakat. Mereka menyambangi rumah-rumah warga dan jamaah masjid untuk mengenalkan konsep Bank Sampah.
Gagasan utamanya sederhana: mengubah cara pandang masyarakat dalam mengelola sampah, dari yang dianggap tak bernilai menjadi sesuatu yang bisa ditabung dan bernilai ekonomis.
“Bank Sampah itu metode saja, supaya masyarakat yang biasanya enggan memilah sampah, mau memilah dengan pendekatan ditabung,” jelasnya.

Daftar Isi [Show]
Dari 50 Kg ke 1,5 Ton Sampah Sehari
Di tahun-tahun awal, Edy mengaku Banksamu hanya mampu mengumpulkan sekitar 50 kilogram sampah yang sudah dipilah dalam sehari. Namun, seiring waktu dan kerja keras, angka itu berubah drastis. Saat ini, Bank Sampah Pemuda mampu menampung hingga 1,5 ton sampah setiap harinya.
Tonggak perubahan besar terjadi pada 2019. Saat itu, Banksamu mulai bermitra dengan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Trenggalek.
Sejak saat itu, Edy kerap diajak oleh berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta, untuk melakukan sosialisasi pengelolaan sampah berbasis bank sampah ke berbagai desa.
“Kami mulai diajak Dinas PKPLH sejak 2019. Dari situ hingga sekarang, kami rutin sosialisasi ke desa-desa,” ujar Edy.
Puncaknya, pada 2023, Banksamu ditetapkan sebagai Bank Sampah Induk Kabupaten Trenggalek melalui Surat Keputusan (SK) resmi. Saat ini, Banksamu telah menaungi 35 Bank Sampah Unit (BSU) yang tersebar di 35 desa dari 10 kecamatan.
Tantangan Stigma Sampah
Meski sudah berjalan sukses, perjalanan Banksamu tidak selalu mulus. Salah satu tantangan besar yang dihadapi Edy adalah membangun kesadaran masyarakat, khususnya di desa-desa yang masih skeptis terhadap manfaat pengelolaan sampah.
“Stigmanya itu loh. Sampah dianggap kotor, tidak menguntungkan. Itu jadi tantangan besar ketika kami membentuk bank sampah unit di desa,” terangnya.
Namun Edy tidak menyerah. Baginya, edukasi dan contoh nyata adalah kunci. Dengan pendekatan persuasif dan bukti bahwa pengelolaan sampah bisa memberikan keuntungan nyata, perlahan stigma itu mulai tergerus.
Harapan Tiap Desa Miliki Bank Sampah
Kini, Edy menyimpan harapan besar: setiap desa, bahkan lingkungan terkecil sekalipun, memiliki pengelolaan sampah berbasis bank sampah. Ia juga bermimpi akan muncul pelopor-pelopor lingkungan baru yang memiliki perhatian serius terhadap isu sampah dan keberlanjutan.
“Harapan saya, ke depan di setiap desa atau lingkungan ada pengelolaan sampah. Dan tumbuh pelopor-pelopor lingkungan hidup yang serius mengelola sampah,” pungkasnya.
Perjalanan Edy dan Banksamu membuktikan bahwa dari sampah pun bisa lahir perubahan besar. Dari sesuatu yang sering dianggap sepele, bisa menjadi jalan menuju kebermanfaatan dan keberlanjutan lingkungan.
Kabar Trenggalek - Feature
Editor:Zamz