KBRT – Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Trenggalek mengecam keras dugaan pembungkaman kritik wali murid terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah melalui media sosial.
Sekretaris DPC GMNI Trenggalek, Ramadan Agung Prasetya, menyebut praktik tersebut sebagai bentuk kegagalan demokrasi.
“Kami mengecam keras atas tindakan pembungkaman suara masyarakat, sebagaimana tercermin dari surat resmi yang dikeluarkan oleh SMP Negeri 1 Trenggalek tertanggal 22 September 2025, serta tanggapan bernada mengintimidasi yang muncul di media sosial,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Rabu (01/10/2025).
Menurut Ramadan, program MBG sejatinya mulia. Namun, pengawasan, pengadaan, dan distribusi dinilai bermasalah sehingga menimbulkan banyak keluhan di lapangan.
GMNI menilai ada dua bentuk praktik pembungkaman: surat resmi dari SMP Negeri 1 Trenggalek yang sarat unsur larangan menyuarakan kritik, dan komentar intimidatif di media sosial terhadap wali murid.
“Dalam surat tersebut, pihak sekolah menyampaikan bahwa apabila terdapat kekurangan dalam menu maupun kualitas makanan, para orang tua siswa dihimbau untuk tidak langsung mengunggahnya di media sosial. Ini adalah bentuk pelemahan ruang kritik. Padahal, dalam masyarakat demokratis, kritik di ruang publik adalah alat kontrol sosial yang sah dan dijamin konstitusi,” imbuh Ramadan.
Alih-alih mendengar, lanjutnya, pihak sekolah justru mengarahkan orang tua untuk diam dan hanya menyampaikan kritik di ruang tertutup yang seringkali sekadar formalitas.
Ramadan menambahkan, publikasi di media sosial adalah langkah terakhir orang tua ketika kritik sebelumnya diabaikan tanpa tindak lanjut memuaskan.
Ia menegaskan, komentar bernada intimidatif di media sosial juga memperparah persoalan.
“Dalam komentar salah satu media sosial yang kami temukan, seorang ibu bernama Rizza menyampaikan keluhan sederhana tentang ayam dalam makanan MBG anaknya terasa pahit dan tidak termakan. Namun, alih-alih empati, ia justru mendapat komentar seperti ini: ‘Maaf Bu, klo mau protes jgn dsni, mndng protes ke sklh an jgn ke medsos, plis etika dijga.’ Komentar ini bukan sekadar saran, tapi bentuk intimidasi halus,” katanya.
Ramadan menilai sikap seperti itu justru membalik logika. Yang tidak beretika, menurutnya, adalah pihak penyedia makanan yang tidak layak konsumsi bagi anak-anak sekolah.
GMNI menilai kasus ini menunjukkan ketimpangan relasi antara rakyat kecil dengan penyelenggara kekuasaan. Suara kritis dianggap gangguan, padahal kritik adalah bagian dari transparansi dan akuntabilitas publik.
“Ini juga bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita pendidikan. Dalam membentuk manusia, harus dimulai dari keberanian mendengarkan, baik anak-anak maupun orang tuanya,” tambah Ramadan.
Tuntutan GMNI Trenggalek
Dalam pernyataan sikapnya, GMNI melampirkan beberapa tuntutan:
- Mengecam keras tindakan pembungkaman terhadap orang tua siswa yang menyampaikan kritik atas kualitas makanan MBG di media sosial.
- Menuntut pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pihak penyedia MBG serta membuka saluran pengaduan yang responsif dan transparan.
- Meminta pihak sekolah menarik kembali larangan penyampaian kritik di media sosial, diganti dengan pendekatan partisipatif dan terbuka.
- Mendorong publik, khususnya orang tua dan siswa, agar tidak takut bersuara.
- Menyerukan kepada seluruh cabang GMNI di daerah untuk mengawal program MBG di sekolah sebagai bagian dari perjuangan mewujudkan keadilan sosial.
“Kami tidak akan diam, kami tidak akan tunduk. Karena Bung Karno mengajarkan: di dalam tiap-tiap jiwa tertanam api revolusi. Dan kami akan terus menjaga api itu tetap menyala meskipun harus melawan arus,” tutup Ramadan.
Kabar Trenggalek - Mata Rakyat
Editor:Lek Zuhri