Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Pasar Depok Gandusari, Nadi Ekonomi yang Terus Berdetak Meski Terbatas Ruang

  • 15 Apr 2025 16:00 WIB
  • Google News

    KBRT - Dalam kesunyian subuh, ketika sebagian besar warga masih tertidur lelap, Pasar Depok di Desa Karanganyar, Kecamatan Gandusari, sudah menggeliat. Di antara lampu redup kios dan suara tawar-menawar, denyut nadi ekonomi desa itu terus berdetak, seakan menantang sempitnya ruang dan keterbatasan fasilitas.

    Pasar Depok menjadi penopang utama ekonomi masyarakat setempat. Meskipun telah direhabilitasi tiga tahun lalu dan lahan pedagang menjadi lebih sempit, semangat para penjual tak pernah menyusut. Mereka tetap setia menjaga bara ekonomi lokal agar tak padam.

    “Setelah mengalami perbaikan, Pasar Depok masih ramai seperti dulu. Berbeda dengan Pasar Krempyeng di sebelah Dam Widoro yang sekarang pedagangnya banyak beralih ke pasar ini,” ujar Takrib (57), pedagang perabot rumah tangga.

    Ia menyebut, meski kondisi pasar semakin padat, para pedagang tetap dikenakan biaya untuk memiliki petak lapak sebesar Rp500.000. Lapak itu hanya seluas 2,4 x 1,5 meter—cukup untuk berdiri, tapi tak cukup menampung seluruh harapan pedagang kecil.

    “Demi berjualan, saya membeli satu sertifikat petak lapak. Ya, cukup sempit untuk menampung seluruh dagangan saya. Meskipun begitu, kebanyakan pedagang tidak bisa membeli lebih dari satu petak karena pembagian lapak sudah diatur,” jelasnya.

    Takrib sudah berjualan jauh sebelum pasar dipugar. Menurutnya, sejak dulu pasar ini dikenal sebagai “pasar subuh” oleh pedagang dan tukang sayur keliling karena telah ramai sejak pukul 04.30 WIB. Bahkan, kepadatan terkadang meluber hingga ke jalan depan pasar.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Saya berjualan di sini setiap hari, mengikuti keramaian pasar yang sudah mulai sejak pagi hari, meski tidak dalam hari pasaran tertentu. Selepas subuh, pedagang sayur bisa berjejeran hingga ke jalan depan pasar,” ungkapnya.

    Para tukang sayur keliling dari berbagai penjuru Gandusari datang bukan hanya untuk mengambil dagangan, tapi juga memperkuat mata rantai distribusi ekonomi. Mereka menjadi penyambung hidup antara pedagang lokal dan pembeli di kampung-kampung.

    “Selain di pasar, saya juga berjualan di rumah. Bahkan saya masih sempat menjual kandang ayam buatan sendiri. Ya, sekarang kalau hanya mengandalkan jualan di pasar saja tidak cukup, istilahnya harus tetap berwirausaha,” tandasnya.

    Kisah Takrib dan hiruk-pikuk Pasar Depok adalah potret heroik dari ekonomi kerakyatan. Namun di balik semangat itu, ada kritik yang patut dicatat: keterbatasan lahan dan sistem pembagian yang minim transparansi masih menjadi ganjalan. 

    Jika pasar sekecil ini bisa berdampak sebesar itu, maka sudah semestinya perhatian dan keberpihakan pemerintah juga tak setengah hati.

    Kabar Trenggalek - Sosial

    Editor:Zamz

    ADVERTISEMENT
    Lodho Ayam Pak Yusuf