KBRT - Ketika kandungan kehamilan memasuki usia tujuh bulan, maka masyarakat Trenggalek biasa menyebutnya dengan “mbobot” (sudah berbobot, sudah berkualitas). Karena pada usia itu, bentuk bayi dalam kandungan sudah sempurna, sementara sang ibu yang mengandung sudah mulai merasakan “beban”. Saat itulah diadakan ritual yang biasa disebut mitoni atau tingkepan.
Dilansir dari Ritual dan Tradisi Islam Jawa karya KH. Muhammad Sholikhin, disebut mitoni, karena upacara dilaksanakan saat kehamilan berusia tujuh bulan.
Tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu, maka jadilah mitoni. Disebut “tingkeban”, yakni selamatan kehamilan usia 7 bulan di mana “tingkeb” maksudnya adalah “sudah genap”, yakni genap artinya sudah waktunya, dimana bayi sudah bisa dianggap wajar jika lahir.
Upacaranya hampir sama dengan ngapati, yakni disamping dilaksanakan sedekahan, juga disertai dengan pembacaan do’a, dengan harapan si bayi dalam kandungan diberikan keselamatan serta ditakdirkan selalu dalam kebaikan kelak setelah kelahirannya di dunia.
Pada sebagian masyarakat muslim saat ini, sebelum sedekahan, ada juga yang mengadakan acara sima’an, yakni pembacaan al-Qur’an oleh yang hafal al-Qur’an 30 juz, dengan disimak oleh orang banyak, sampai selesai. Kemudian malamnya diadakan pembacaan beberapa kitab jenis al-maulid (kitab yang berisi sejarah kelahiran Nabi Muhammad Saw.), atau manaqib (kitab yang berisi tentang sejarah kelahiran ulama besar terkenal). Pembacaan al-Qur’an dan kitab-kitab tersebut memiliki tendensi agar anak yang akan lahir kelak selalu menggunakan al-Qur’an sebagai pedoman hidup, dan dapat mentauladani Rasulullah Muhammad, serta tokoh ulama-auliya yang dibacakan kitab maulidnya.
Pada sebagian masyarakat muslim pedesaan, selain ritual ngapati dan mitoni, jika kehamilannya adalah kehamilan yang pertama, ada yang mengadakan ritual dalam bentuk selamatan, yang dilaksanakan setiap bulan ganjil.
Jadi, setelah ngapati, juga ada ritual limanan (bulan ke lima), mitoni (bulan ke tujuh) dan sanganan atau nyongoni (bulan ke sembilan). Ritual setiap bulan ganjil dilaksanakan dengan tujuan utama, meminta kepada Allah, agar janin dan ibunya selamat, serta selalu berada dalam kesehatan dan dalam penjagaan Allah.
Sebab menurut keyakinan sebagian masyarakat pedesaan, ketika janin berusia tujuh bulan, maka itu termasuk usia yang rawan, dan sudah bisa termasuk “wayah” (sudah waktunya) jika keluar. Justru kalau bulan genap, yakni kedelapan, itu dianggap “lebih muda” dibanding saat usia tujuh bulan.
Namun walau bagaimanapun interpretasi atas keyakinan tersebut, inti dari sekian ritual yang dilaksanakan sesuai dengan kemampuan ekonomi itu bertujuan baik, yakni menjaga kesehatan, keselamatan dan ketenangan janin, ibu dan keluarganya, disamping meminta perlindungan kepada Allah dari berbagai hal buruk yang tidak diinginkan.
Kabar Trenggalek - Trenggalekpedia
Editor:Zamz