Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Memahami Ritual Mitoni atau Tingkeban di Trenggalek, Peringatan Tujuh Bulan Kehamilan

  • 16 Apr 2025 17:00 WIB
  • Google News

    KBRT - Ketika kandungan kehamilan memasuki usia tujuh bulan, maka masyarakat Trenggalek biasa menyebutnya dengan “mbobot” (sudah berbobot, su­dah berkualitas). Karena pada usia itu, bentuk bayi dalam kandungan su­dah sempurna, sementara sang ibu yang mengandung sudah mulai merasakan “beban”. Saat itulah diadakan ritual yang biasa disebut mi­toni atau tingkepan.  

    Dilansir dari Ritual dan Tradisi Islam Jawa karya KH. Muhammad Sholikhin, disebut mitoni, karena upacara dilaksanakan saat ke­hamilan berusia tujuh bulan. 

    Tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu, ma­ka jadilah mitoni. Disebut “tingkeban”, yakni selamatan ke­hamilan usia 7 bulan  di mana “tingkeb” maksud­nya ada­lah “sudah genap”, yakni genap artinya sudah waktunya, dimana bayi su­dah bisa dianggap wajar jika lahir.  

    Upacaranya hampir sama dengan ngapati, yakni disamping di­lak­sanakan sedekahan, juga disertai dengan pembacaan do’a, dengan ha­­rap­an si bayi dalam kandungan diberikan keselamatan serta ditak­dir­kan se­lalu dalam kebaikan kelak setelah kelahirannya di dunia.  

    Pada sebagian masyarakat muslim saat ini, sebelum sedekahan, ada juga yang mengadakan acara sima’an, yakni pembacaan al-Qur’an oleh yang hafal al-Qur’an 30 juz, dengan disimak oleh orang banyak, sampai selesai. Kemudian malamnya diadakan pembacaan beberapa kitab jenis al-maulid (kitab yang berisi sejarah kelahiran Nabi Muham­mad Saw.), atau manaqib (kitab yang berisi tentang sejarah kelahiran ulama besar terkenal). Pembacaan al-Qur’an dan kitab-kitab tersebut memiliki tendensi agar anak yang akan lahir kelak selalu menggunakan al-Qur’an sebagai pedoman hidup, dan dapat mentauladani Rasulullah Muhammad, serta tokoh ulama-auliya yang dibacakan kitab maulidnya.  

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    Pada sebagian masyarakat muslim pedesaan, selain ritual ngapati dan mitoni, jika kehamilannya adalah kehamilan yang pertama, ada yang mengadakan ritual dalam bentuk selamatan, yang dilaksanakan se­tiap bulan ganjil. 

    Jadi, setelah ngapati, juga ada ritual limanan (bulan ke lima), mitoni (bulan ke tujuh) dan sanganan atau nyongoni (bulan ke sembilan). Ritual setiap bulan ganjil dilaksanakan dengan tujuan uta­ma, meminta kepada Allah, agar janin dan ibunya selamat, serta se­lalu berada dalam kesehatan dan dalam penjagaan Allah.  

    Sebab me­nurut keyakinan sebagian masyarakat pedesaan, ketika janin berusia tujuh bulan, maka itu termasuk usia yang rawan, dan sudah bisa termasuk “wayah” (sudah waktunya) jika keluar. Justru kalau bulan ge­nap, yakni kedelapan, itu dianggap “lebih muda” dibanding saat usia tu­juh bulan.  

    Namun walau bagaimanapun interpretasi atas keyakinan ter­sebut, inti dari sekian ritual yang dilaksanakan sesuai dengan ke­mampuan ekonomi itu bertujuan baik, yakni menjaga kesehatan, ke­selamatan dan ketenangan janin, ibu dan keluarganya, disamping me­minta per­lindungan kepada Allah dari berbagai hal buruk yang tidak diinginkan.  

    Kabar Trenggalek - Trenggalekpedia

    Editor:Zamz

    ADVERTISEMENT
    Lodho Ayam Pak Yusuf