KBRT - Preferensi rasa di setiap negara tidak terbentuk secara kebetulan. Mengapa masyarakat Indonesia terbiasa dengan makanan penuh rempah, sementara warga Jepang menyukai rasa sederhana dan bersih? Atau mengapa masakan daerah pegunungan terasa berbeda dengan kuliner pesisir? Jawabannya terkait erat dengan kondisi alam yang membentuk kebiasaan makan selama ratusan tahun.
Daftar Isi [Show]
Iklim dan Lingkungan Menentukan Bahan dan Teknik Memasak
Kondisi geografis memengaruhi jenis bahan pangan yang dapat tumbuh di suatu wilayah, lalu berkembang menjadi ciri rasa khas.
Dataran tinggi: makanan berenergi tinggi
Wilayah pegunungan umumnya bersuhu rendah dan memiliki medan berat. Tanaman tertentu sulit berkembang, sehingga penduduk lebih bergantung pada sumber pangan yang tahan cuaca dingin seperti barley, gandum keras, daging, serta produk susu.
Contohnya, masyarakat Tibet mengonsumsi sup kental, teh mentega, dan makanan padat energi lain untuk menjaga stamina di lingkungan bersuhu ekstrem.
Pesisir: rasa segar dan alami
Daerah dekat laut memiliki akses melimpah pada ikan, kerang, dan rumput laut. Kondisi inilah yang membuat teknik memasak sederhana—mengukus, membakar, atau merebus—lebih dipilih untuk mempertahankan kesegaran bahan.
Itulah sebabnya kuliner Jepang, Mediterania, dan berbagai kawasan pesisir lain terkenal dengan cita rasa bersih dan ringan.
Tropis: rempah sebagai identitas
Wilayah tropis lembap seperti Asia Tenggara sejak dulu memanfaatkan rempah dan fermentasi untuk mengawetkan bahan makanan. Rempah yang kuat, cabai, serta bumbu aromatik membentuk identitas kuliner Indonesia. Rasa pedas dan tajam bukan hanya preferensi, tetapi juga bagian dari adaptasi lingkungan.
Pengaruh Genetika pada Selera Makan
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa gen turut memengaruhi sensitivitas seseorang terhadap pahit, pedas, dan manis. Variasi genetik ini membuat beberapa kelompok masyarakat sangat menikmati rasa ekstrem—baik pahit, pedas, maupun asam—sementara kelompok lainnya lebih memilih rasa lembut.
Selera juga mulai terbentuk sejak bayi masih berada dalam kandungan. Makanan yang dikonsumsi ibu dapat memengaruhi preferensi rasa anak di kemudian hari. Ketika anak mulai mengenal makanan padat, cita rasa yang familiar dari lingkungan budaya akan memperkuat identitas kulinernya.
Budaya Menentukan Cara Mengolah Bahan
Geografi menyediakan bahan mentah, tetapi budaya membentuk cara mengolahnya. Teknik memasak, resep tradisional, hingga kebiasaan makan berkembang berdasarkan kebutuhan lingkungan dan nilai sosial.
Contohnya:
- Fermentasi berkembang di daerah dingin untuk pengawetan,
- Daerah tropis menggunakan banyak bumbu dan cabai,
- Daerah lembap cenderung memiliki sup atau makanan berkuah untuk menyesuaikan cuaca.
Tradisi kuliner ini diwariskan lintas generasi dan membentuk apa yang sering kita sebut sebagai “rasa kampung halaman”.
Di era globalisasi, berbagai masakan dunia kerap disesuaikan dengan selera lokal. Namun penyesuaian rasa tersebut kadang membuat identitas asli hidangan memudar.
Indonesia: Cita Rasa yang Dibentuk Keragaman Alam
Banyaknya bentang alam di Indonesia—dari gunung, laut, dan dataran rendah—menciptakan ragam kuliner yang kaya. Setiap wilayah memiliki identitas rasa yang berkaitan langsung dengan geografisnya. Dengan memahami peran geografi dalam membentuk rasa, kita bisa lebih menghargai kekayaan kuliner Nusantara.
Pada akhirnya, makanan bukan hanya soal lidah, tetapi representasi dari lingkungan, sejarah, dan kebudayaan yang membentuk suatu masyarakat.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor: Zamz





 (1).jpeg)



.jpg)





