Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel

Dari Gamelan Tak Terpakai, Suparlan Bangun Sanggar Karawitan Gratis untuk Warga Sawahan

  • 07 Aug 2025 20:00 WIB
  • Google News

    KBRT – Di sebuah rumah sederhana yang menempel dengan bangunan sekolah dasar di Desa Sawahan, Kecamatan Watulimo, irama gamelan kembali hidup. Suara kenong, saron, dan gong terdengar lembut berpadu dengan semangat anak-anak dan orang dewasa yang bergantian menabuh alat musik tradisional.

    Semua itu berawal dari niat tulus seorang pensiunan guru bernama Suparlan. Ia adalah sosok di balik berdirinya Kelompok Karawitan Masertu Laras, komunitas seni yang kini aktif melestarikan budaya karawitan di pelosok Trenggalek.

    “Kepedulian saya terhadap seni budaya ini dari hati. Sejak kecil saya dididik untuk mencintai karawitan. Ketika pensiun dan pulang kampung, saya lihat ada gamelan di sekolah yang tidak terpakai. Lalu teman-teman RT ngajak latihan bareng,” tutur Suparlan kepada Kabar Trenggalek.

    Gamelan Sekolah, Semangat Warga

    Pada tahun 2022, gamelan yang semula teronggok di sudut sekolah tanpa ruang penyimpanan itu menjadi benih berdirinya Masertu Laras. Suparlan dengan sukarela memindahkan seluruh peralatan gamelan ke lantai atas rumahnya—ruang kosong yang kini menjadi sanggar seni warga.

    “SD-nya tidak punya tempat penyimpanan. Akhirnya saya koordinasi dengan sekolah, saya pinjamkan ruang di atas rumah,” kenangnya.

    Sejak itu, rumah Suparlan menjadi pusat kegiatan seni karawitan di lingkungan RT 07 RW 02. Setiap Jumat malam, kelompok dewasa berkumpul untuk berlatih. Sementara Minggu sore, giliran anak-anak mengasah kemampuan menabuh gamelan.

    “Ada 13 pengrawit dewasa dan 4 penyanyi atau sinden. Kalau anak-anak ada 7 yang ikut rutin latihan,” jelasnya.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    Latihan Gratis, Biaya Swadaya

    Semua pelatihan karawitan dan mocopat di Sanggar Masertu Laras diberikan secara gratis. Tidak ada pungutan iuran, tidak ada biaya pelatih. Suparlan melatih sendiri, dari awal hingga mahir, demi menjaga nyala budaya warisan leluhur.

    “Biayanya swadaya dari anggota. Kalau ada tanggapan atau pentas, biasanya ada kas masuk ke Masertu Laras,” ujarnya.

    Semangat gotong royong tidak hanya muncul dari sisi warga. Kementerian Sosial sempat memberikan bantuan alat karawitan untuk melengkapi gamelan yang sebelumnya hanya bersumber dari sekolah.

    Kini sanggar tersebut memiliki 15 jenis alat musik tradisional, mulai dari gong, bonang, kendang, siter, hingga gambang. Kelengkapan alat ini menjadi penyemangat baru bagi warga yang ingin bergabung.

    Melatih, Mencipta, dan Merawat Warisan Budaya

    Bagi Suparlan, karawitan bukan sekadar latihan teknis memainkan alat musik. Ia juga menciptakan sendiri tembang-tembang baru, serta melatih mocopat sebagai bagian dari ekspresi sastra Jawa yang hampir punah.

    “Saya juga menulis sendiri tembang-tembangnya. Selain karawitan, kita juga latihan mocopat di sini,” ucapnya.

    Apa yang dilakukan Suparlan bukan semata melestarikan tradisi, tapi juga membangun ruang kebersamaan lintas generasi. Di tengah gempuran budaya digital, ia memilih jalan sunyi: menghidupkan gamelan, menyatukan warga, dan menanamkan cinta budaya pada anak-anak sejak dini.

    Kabar Trenggalek - Feature

    Editor:Zamz