Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Bertahan di Tengah Sepinya Tren, Yaji Menjaga Nyala Batu Akik di Trenggalek

  • 19 Apr 2025 08:00 WIB
  • Google News

    KBRT – Aroma khas pasar tradisional, kicau burung bersahutan, dan deretan lapak yang berjajar rapi menyambut siapa saja yang melangkah ke Pasar Burung Trenggalek. Di sisi utara pintu masuk, sebuah lapak kecil tampak mencolok.

    Bukan karena megah, melainkan karena jejeran batu akik yang memancarkan kilau halus dalam cahaya pagi. Di balik lapak itu, duduk seorang lelaki tua dengan senyum ramah: Yaji, 65 tahun, penjaga warisan hobi yang perlahan kian sunyi.

    Batu akik mungkin telah kehilangan pamornya di mata sebagian besar masyarakat. Tren yang sempat membara beberapa tahun silam kini hanya menyisakan bara kecil. 

    Namun bagi Yaji, bara itu cukup untuk menghangatkan hari-harinya. Setiap pagi ia tetap datang, menata satu per satu koleksi cincin, batu mulia, dan barang antik yang ia rawat dengan cinta.

    “Walau sudah jauh sepi, peminat cincin batu akik masih tetap ada dan setia sampai sekarang, ya namanya juga hobi. Seperti hari ini, sudah ada beberapa pelanggan yang kemari walau tidak semua beli akik,” katanya sambil membersihkan sebuah batu berwarna hijau lumut.

    Yaji bukan pemain baru dalam dunia perdagangan. Sejak 1970 ia sudah menggeluti bisnis pasar, awalnya dengan menjual sabuk, dompet, sandal, dan sepatu. 

    Perlahan tapi pasti, ia mulai menyelipkan cincin batu akik di antara barang dagangannya. Minat masyarakat yang mulai tumbuh terhadap batu-batu berkarakter membuatnya yakin untuk memperluas koleksi.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Di sini saya menjual berbagai jenis batu akik, mulai dari yang paling murah seharga Rp25.000 hingga yang paling mahal mencapai jutaan rupiah. Karena meski peminatnya menurun, penggemar yang hobi dengan batu akik tetap berkembang hingga saat ini,” ujarnya.

    Yang menarik, pembelinya tidak hanya berasal dari kalangan tua. “Banyak juga anak muda, bahkan orang luar kota yang kadang menyempatkan datang ke sini atau ke rumah,” katanya. 

    Tak hanya menjual, Yaji juga melayani tukar tambah. Dengan cara ini, ia mendapatkan batu baru, sekaligus mempererat hubungan dengan sesama penggemar.

    Ia mengenang masa kejayaan ketika batu akik tengah naik daun. “Dulu, saat berjualan di sini masih ramai-ramainya, saya pernah menjual batu akik yang harganya Rp2 juta sampai Rp4 juta. Berbeda dengan sekarang, kalau yang seharga itu saya simpan di rumah, baru saya keluarkan kalau ada yang mau beli,” ungkapnya.

    Namun, batu akik bukan satu-satunya magnet lapaknya. Yaji juga menjajakan berbagai barang antik: keris, pipa rokok dari kayu dan gading gajah, hingga logam ukir khas Jawa. Semua tersusun rapi, membentuk pameran kecil kebudayaan yang hidup di tengah pasar.

    “Saya juga menyediakan beberapa cincin logam dan cincin wadah batu akik yang siap pakai dengan ukuran bervariasi, yang bisa dipasangi batu sendiri,” tandasnya.

    Di tengah geliat pasar yang terus berubah, Yaji tetap setia. Ia bukan sekadar berdagang—ia menjaga sebuah cerita lama yang enggan padam, memastikan bahwa batu akik dan segala nilai di baliknya tetap hidup, setidaknya di satu sudut kecil Trenggalek.

    Kabar Trenggalek - Sosial

    Editor:Zamz

    ADVERTISEMENT
    Lodho Ayam Pak Yusuf