Buka Setelah Zaman Romusha, Warkop Mbah Kuwot Trenggalek Pertahankan Racikan Kopi

buka setelah zaman romusha warkop mbah kuwot trenggalek kopi

Muarip, generasi ketiga penjaga Warkop Mbah Kuwot Trenggalek/Foto: Delta Nishfu (Kabar Trenggalek)

Warkop Mbah Kuwot Trenggalek. Inilah nama warung kopi legendaris di Kabupaten Trenggalek. Warung ini terletak di Jalan Diponegoro, Desa Sumbergedong, Kabupaten Trenggalek. Tepatnya di perempatan tong Sumbergedong.

Warung kopi ini memiliki ciri khas unik yaitu menggunakan tungku kayu bakar untuk memasak airnya. Sensasi hangat dari tungku perapian sembari menyeruput secangkir kopi, menjadi keunikan warung kopi yang sudah buka setelah zaman romusha ini.

Rabu siang, 30 Agustus 2023, Warkop Mbah Kuwot sedang ramai. Mulai dari anak muda, orang tua, hingga bapak-bapak berseragam ngopi di sini. Setiap harinya, warkop ini melayani pelanggan sejak jam 5 pagi.

Muarip terlihat sibuk melayani pelanggang. Meracik kopi, menuang air panas, mengangkut gelas kosong, sampai mengotak-atik posisi kayu bakar agar lebih masuk ke mulut tungku. Seketika api makin membara dan memanaskan dandang berisi air.

“Saya Muarip, sebagai cucu almarhum Mbah Kuwot,” lelaki berusia 65 tahun itu memperkenalkan dirinya.

Lelaki yang akrab disapa Arip itu menceritakan, asal usul penamaan Warkop Mbah Kuwot diambil dari nama pendiri warung ini. Mbah Kuwot adalah nenek Arip yang memiliki nama asli Satinem. Nama Mbah Kuwot merupakan julukan Satinem sejak dulu.

Mbah Kuwot mendirikan warung kopi setelah selamat dari kerja paksa atau romusha pada zaman penjajahan Jepang. Menurut Arip, di zaman romusha itulah neneknya mulai memiliki keahlian meracik kopi. Kemudian, Mbah Kuwot mendirikan warung kopi bersama suaminya, Abdul Bassar.

Kopi racikan khas Warkop Mbah Kuwot Trenggalek/Foto: Delta Nishfu (Kabar Trenggalek)

Mungkin pelanggan Warkop Mbah Kuwot ada yang belum tahu, ruangan warung yang digunakan saat ini, dulunya adalah dapur. Awalnya, Mbah Kuwot menggunakan rumahnya untuk warung kopi. Tetapi sejak dijalankan oleh generasi kedua, warung kopi ini pindah ke bagian dapur rumah. Bahkan sampai sekarang Arip juga menyebut tempat untuk warung kopi itu sebagai dapur.

“[Warung kopi] yang sekarang itu dulu dapur. Sekarang pun juga dapur. Dulu di rumah. Berhubung kapasitasnya kurang besar, ngalih [pindah] ke sana [dapur],” cerita Arip.

Kini, Arip menjadi generasi ketiga dari penerus Warkop Mbah Kuwot. Tak sendirian, ia menjaga warung bersama dua saudaranya, yakni Murdiningsih (kakak) dan Maryatin (adik). Mereka mulai menjaga warung setelah generasi kedua memutuskan untuk pensiun sekitar tahun 1995.

Tiga bersaudara dari generasi ketiga itu menjaga warung kopi secara bergantian setiap pekan. Misal, di pekan pertama Arip yang berjaga, lalu pekan kedua dijaga oleh adik, dan pekan selanjutnya oleh kakaknya. Meski bergantian, mereka memiliki stok kayu bakar dan cangkir masing-masing. 

Diperkirakan, usia Warkop Mbah Kuwot hampir sama dengan usia Indonesia, yaitu 78 tahun pada 2023. Warung kopi legendaris ini menyajikan beberapa menu kopi dengan racikan yang khas. Racikan kopi itu sudah turun-temurun dari generasi pertama. Bubuk kopi dengan campuran beras dan vanili meninggalkan cita rasa yang membuat ketagihan pelanggannya.

Terlebih, cara penyajian yang khas dengan air mendidih dari tungku juga terus-menerus dipertahankan. Arip menjelaskan, cara penyajian ini yang selalu diminta oleh para pelanggan. 

“Bagaimana, ya, mungkin masaknya air itu kurang matang kalo pakai kompor. Sama-sama mendidih, tapi kalo pakai kayu kan masakannya matang. Konsumen tahu bahwa itu umup [mendidih],” ujarnya.

Tungku kayu bakar khas Warkop Mbah Kuwot Trenggalek/Foto: Delta Nishfu (Kabar Trenggalek)

Air yang digunakan untuk menyeduh kopi memang tampak mendidih sempurna. Itu dikarenakan titik didih dari kayu yang dibakar telah mencapai panas maksimal. Panas tersebut dijaga mulai dari tungku dinyalakan, sehingga air yang dimasak bisa benar-benar matang dibandingkan menggunakan kompor gas.

Selain itu, kayu bakar yang dipilih tidak sembarangan. Hanya jenis-jenis kayu yang keras seperti kayu pernis (limbah mebel) dan jati saja yang dipilih. Karena jenis kayu yang dibakar juga akan berpengaruh terhadap kematangan dan kenikmatan air yang direbus.

Selain permintaan pelanggan, alasan Arip mempertahankan cara penyajian itu sudah menjadi pesan turun-temurun dari Mbah Kuwot. Neneknya berpesan agar mempertahankan resep racikan kopi dan cara penyajiannya. Oleh karena itu, cita rasa khas yang ditinggalkan sekarang membuat warung kopi ini melegenda.

“Pertahankan resep dari dia [Mbah Kuwot]. Jangan dikurangi, jangan dilebihi ukurannya,” ucap Arip menirukan pesan dari leluhurnya. 

Untuk meracik kopi, Arip tetap mengikuti pesan dari Mbah Kuwot. Ia mengatakan, urutan meracik kopi yaitu terlebih dahulu memasukkan gula, kemudian bubuk kopi. Sehingga, kopi akan lebih terasa nikmat.

Sejauh ini, Warkop Mbah Kuwot telah didatangi pelanggan lintas generasi dari berbagai kota. Kalau dulunya pelanggan hanya datang dari para petani, sekarang anak muda juga menjadi pelanggan setia dari kopi tinggalan Mbah Kuwot. Bahkan pelanggan baru kerap berkomentar kopi Mbah Kuwot bikin ketagihan. 

“Ya piye yo [gimana ya], katanya kalo ndak kopi sini, ndak manteb. Kurang manteb gitu. Surabaya, Kediri, Blitar yang pernah ke sini. Tuman, ketagihan,” tandasnya sore itu.

Exit mobile version