Kabar Trenggalek – Tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas sebuah inovasi berupa alat pendeteksi dini bencana alam tsunami berbasis infrasound bernama Observatorium. Kabarnya, Observatorium merupakan alat pendeteksi tsunami 30 menit lebih awal.
Mereka adalah Abdul Hadi, Mohammad Naufal Al Farros, dan Nindya Eka Winasis dari Departemen Teknik Fisika ITS. Para mahasiswa itu tergabung ke dalam tim Sapu Jagad.
Gagasan cemerlang itu dituangkan dalam lomba Karya Tulis Ilmiah (KTI) berjudul Deteksi Dini Tsunami Menggunakan Sinyal Frekuensi Rendah (Infrasound) Berbasis Bayesian Infrasound Source Localization (BISL) dan Triangulasi Observatorium yang Ada di Indonesia.
Ketua Tim Sapu Jagad, Abdul Hadi, menyebutkan alat inovasi yang digagas timnya ini berbeda dengan alat pendeteksi tsunami yang sudah ada.
Observatorium ini dapat mendeteksi tsunami melalui infrasound atau suara dengan frekuensi rendah yang ditimbulkan dari adanya pergeseran lempeng bumi.
“Infrasound kami jadikan sebagai sumber deteksi karena memiliki beberapa keunggulan,” ujar Hadi, Rabu (14/12/2022).
Keunggulan Alat Pendeteksi Tsunami Observatorium
Keunggulan Observatorium yaitu frekuensi infrasound yang relatif rendah, berkisar antara 0 – 20 Hertz. Hal itu membuat kemungkinan adanya pelemahan sinyal akibat dari gangguan sinyal lain sangat rendah.
Sehingga, data mentah grafik infrasound yang didapatkan tidak memiliki banyak perubahan dan masih selaras dengan gelombang infrasound yang dihasilkan dari pergeseran lempeng bumi.
Tidak hanya itu, Observatorium didesain membentuk sebuah elemen segi lima yang nantinya akan ditempatkan di atas tanah dan diberi jarak 1 – 3 kilometer antarelemen.
Setiap elemen juga ditunjang dengan sensor yang berfungsi untuk mendeteksi sumber infrasound yang timbul. Kemudian, ada filter noise reduction untuk meminimalisir adanya sinyal yang dapat mengganggu Observatorium dalam mendeteksi lokasi pergeseran lempeng bumi atau gempa.
Selain memberikan inovasi dari segi alat, Hadi juga menyertakan rencana lokasi penempatan Observatorium di Indonesia yang disebut dengan Triangulasi Observatorium.
Lokasi yang dipilih berdasarkan pada peta ring of fire, peta potensi bencana, peta batuan induk, dan perpotongan garis diagonal yang dibuat pada peta.
Dari keempat landasan tersebut, tim Sapu Jagad akhirnya menentukan tiga titik lokasi yang direncanakan sebagai lokasi penempatan Observatorium, yaitu di Kota Malang, Padang, dan Palu.
“Terpilihnya ketiga lokasi tersebut sudah dapat menjangkau seluruh lokasi yang ada di Indonesia apabila suatu gempa yang berpotensi tsunami terjadi,” terang Ketua Himpunan Teknik Fisika ITS itu.