KBRT – Pemerintah Kabupaten Trenggalek mulai menyiapkan pembangunan Sekolah Rakyat, sebagai bentuk pelaksanaan program prioritas Presiden RI Prabowo Subianto di bidang pendidikan. Namun di sisi lain, sejumlah sekolah dasar negeri justru mengalami penurunan drastis jumlah murid baru.
Sekolah Rakyat dirancang sebagai fasilitas pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu. Lokasi awalnya direncanakan di kawasan Dilem Wilis, Kecamatan Bendungan.
Namun karena kendala perizinan, Pemkab memindahkannya ke sekitar Pasar Basah, berdampingan dengan lahan yang telah dihibahkan kepada Kejaksaan Negeri Trenggalek.
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin menyampaikan bahwa lahan yang disiapkan seluas 7 hektare.
“Sekolah rakyat nanti bertempat di sebelah pasar basah, berhimpitan kemarin dengan tanah yang kita hibahkan dengan Kejaksaan. Luasnya sekitar 7 hektare,” ujarnya, Selasa (08/07/2025) lalu.
Sambil menunggu pembangunan fisik, Bupati Trenggalek mengarahkan pemanfaatan gedung Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai lokasi belajar sementara.
Kantor Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja yang selama ini menempati gedung BLK akan dipindahkan sementara ke kantor Dinas Pekerjaan Umum.
Di tengah ambisi pendirian Sekolah Rakyat, kondisi di lapangan menunjukkan situasi berbeda. SD Negeri 1 Gembleb di Kecamatan Pogalan hanya menerima satu siswa baru untuk tahun ajaran 2025/2026.
Koerun (68), kakek dari satu-satunya murid yang mendaftar, menyebut tidak menyangka jika sekolah cucunya akan sepi.
“Awalnya ya tidak tahu kalau bakal sesepi ini,” ujar Koerun.
Kepala sekolah tetap menerima Abil, cucu Koerun, dan memastikan proses belajar akan tetap berjalan seperti biasa. Guru agama di sekolah tersebut, Kamim, membenarkan kondisi tersebut.

“Iya, sampai sekarang SPMB masih dibuka. Masuk sekolahnya tanggal 14 Juli nanti,” ujarnya.
Jumlah ini merosot tajam dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun ajaran 2024/2025, SDN 1 Gembleb masih menerima 11 siswa baru.
Situasi serupa terjadi di SD Negeri 3 Pogalan. Sekolah yang berada di kaki Bukit Secang hanya mendapat dua siswa baru tahun ini.
Ketua Komite Sekolah, Murjani, menyebut penurunan jumlah murid sudah terjadi sejak awal 2000-an.
“Kali ini sekolah hanya dapat dua siswa baru. Tahun sebelumnya tiga. Sejak tahun 2000 memang terus menurun,” ungkapnya.
Jarak sekolah yang hanya 8 kilometer dari kota tidak menjadi jaminan. Akses jalan yang rusak dan kontur bukit menjadi hambatan bagi orang tua.
Mayoritas murid berasal dari dua RT yang lokasinya berdekatan dengan sekolah. Fasilitas sekolah sebenarnya cukup memadai, termasuk perpustakaan, air bersih, dan ruang kelas.
Sebagian warga memilih menyekolahkan anak ke sekolah swasta karena alasan kualitas dan pelajaran agama. Yuni (47), warga Dusun Secang, memindahkan anaknya ke sekolah swasta meskipun rumahnya tepat di depan SDN 3 Pogalan.
“Saya sekolahkan ke tempat lain supaya dapat pelajaran agama. Di sini madrasahnya sudah tidak ada sejak ustaznya meninggal,” jelasnya.
Menurut Yuni, anak-anak zaman sekarang butuh pendidikan karakter yang kuat sejak kecil.
“Kalau tidak diajari agama sejak kecil lewat madrasah, susah. Pulang sekolah langsung pegang HP, sulit diajak belajar lagi,” tambahnya.
Ketua Komisi IV DPRD Trenggalek, Sukarodin, menilai kondisi ini memerlukan evaluasi mendalam. Pemerintah perlu melihat ulang arah kebijakan pendidikan.
“Akan coba kita cek, apakah karena di zona tersebut memang tidak ada anak usia sekolah, atau karena kualitas sekolah yang kurang sehingga tidak menarik bagi orang tua,” ujar Sukarodin.
Ia menilai dukungan anggaran tidak seharusnya hanya menyasar sekolah negeri. Jika sekolah swasta mampu menjawab kebutuhan warga, maka harus ikut diperhatikan.
Kabar Trenggalek - Pendidikan
Editor:Lek Zuhri