Tata Kelola Sungai Buruk, Indonesia Terancam Krisis Air Bersih

tata-kelola-sungai-buruk-indonesia-terancam-krisis-air-bersih

Sungai di wilayah Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar/Foto: Dok. ECOTON

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara mengunjungi dan melakukan penelitian di 68 sungai strategis nasional pada 2022.Dari penelitian itu, ditemukan bahwa Indonesia terancam krisis air bersih karena kelola sungai yang buruk.

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara juga melakukan survei persepsi masyarakat terhadap sungai Indonesia pada 1148 responden yang berdomisili di 166 kota dari 30 provinsi. Hasilnya, 98 persen sungai-sungai nasional tercemar mikroplastik. Sementara, 82 persen responden sebut pemerintah abai kelola sungai.

“Temuan ini menunjukkan bahwa sungai-sungai di Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Ini bukan masalah lingkungan tetapi juga masalah kesehatan bagi masyarakat yang bergantung pada sungai-sungai ini untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar Ketua Tim Ekspedisi Sungai Nusantara, Prigi Arisandi.

Prigi menjelaskan, banyak sungai-sungai di Indonesia yang airnya dijadikan sebagai bahan baku PDAM. Minimnya kontrol dari pemerintah dimanfaatkan sebagian besar industri untuk membuang limbah sembarangan di sungai.

Menurut Prigi, banyaknya timbulan sampah yang berpotensi menyumbang kontaminasi mikroplastik dapat beresiko kepada kesehatan manusia dalam jangka panjang. Sehingga, kondisi ini mengancam krisis air bersih.

“Hal ini dapat mengancam krisis air bersih karena masyarakat sampai saat ini mengkonsumsi air yang terkontaminasi partikel mikroplastik yaitu partikel hasil fragmentasi sampah plastik yang berukuran kurang dari 5 mm,” terang Prigi.

Tasya Husna, Peneliti Sensus Ikan ECOTON, mengatakan mikroplastik di sungai telah terbukti merusak rantai makanan. Penelitian ECOTON telah menemukan mikroplastik di air, sedimen, ikan, udang, bahkan di kotoran manusia yang hidup di bantaran sungai.

“Mikroplastik dapat berperan sebagai vektor transportasi racun dan senyawa dalam plastik juga termasuk sebagai senyawa pengganggu hormon seperti ftalat, bhispenol, yang salah satu dampaknya apabila masuk ke manusia dapat memicu kanker. Di samping itu, menjadikan ikan menjadi intersex sehingga bisa punah dalam jangka panjang,” jelas Tasya.

Tasya memaparkan, data dari sensus ikan Sungai Brantas yang dilakuan oleh ECOTON menunjukkan penurunan keanekaragaman ikan lokal di tahun 2023 di mana hanya ditemukan 7 spesies ikan lokal. Jumlah ini berkurang drastis dibandingkan dengan data 10 tahun lalu. Belasan spesies sudah tidak ditemukan kembali

“Ekosistem sungai, jika airnya tidak mendukung dapat menyebabkan ikan bermigrasi ke tempat yang lain, bahkan bisa menyebabkan ikan mati dan punah jika pengelolaan sungai tidak baik” ungkap Tasya.

Alaika Rahmatullah, Koordinator Audit Sampah ECOTON, menyoroti World Water Forum ke 10 yang saat ini tengah berlangsung di Bali. Dalam forum itu, Indonesia menjadi negara Asia tenggara pertama yang menjadi tuan rumah yang dihadiri oleh para pakar, aktivis, pemimpin dunia.

Menurut Alaika, forum ini menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya dalam memperbaiki pengelolaan sumber daya air dan tata kelola lingkungan. Namun, pemerintah kurang menunjukkan perhatian dan komitmennya dalam masalah pencemaran sungai dan mikroplastik.

“Apalagi sungai saat ini telah berubah menjadi tempat sampah, karena minimnya akses dan pelayanan di sebagian besar daerah” ujar Alaika.

Oleh karena itu, Indonesia memiliki kesempatan untuk belajar dari praktik terbaik negara lain dalam pengelolaan sumber daya air dan lingkungan. Diharapkan, hasil dari World Water Forum dapat menjadi dasar bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang lebih baik dan implementasi yang kuat di masa depan.

Alaika mengatakan, pemerintah Indonesia harus melihat ini sebagai panggilan untuk beraksi, berkolaborasi antar elemen masyakarat. Upaya pemulihan sungai, pengurangan plastik sekali pakai, memfokuskan anggaran APBD dan APBN untuk pengelolaan sungai, memaksimalkan penegakan hukum bagi industri/perusahaan yang mencemari sungai harus menjadi prioritas utama

“Dengan komitmen dan tindakan nyata, Indonesia harus optimis dan bisa memperbaiki kondisi sungai dan lingkungannya sehingga dapat mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat bagi generasi mendatang,” tandas Alaika.

Exit mobile version