Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong pemerintah daerah (Pemda) untuk lestarikan cagar budaya. Upaya ini penting meskipun ada berbagai macam kendala, seperti keterbatasan anggaran.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, dalam seminar nasional “Sinergi Penetapan dan Pelestarian Cagar Budaya: Mewujudkan Pembangunan Kebudayaan yang Lestari, Mandiri, dan Menyejahterakan”, di Jakarta, Jumat (10/02/2023).
Seminar nasional ini diselenggarakan sebagai salah satu upaya untuk menemukan cara dan strategi dalam mendukung penetapan dan pelestarian cagar budaya oleh pemerintah daerah (Pemda) dan pemangku kepentingan bidang kebudayaan.
Hilmar menyampaikan, hingga kini terdapat 100.633 objek yang telah didaftarkan ke pemerintah kabupaten/ kota untuk ditetapkan sebagai cagar budaya. Dari jumlah tersebut, sekitar 52 persen atau sebanyak 52.724 objek telah diverifikasi oleh pemerintah kabupaten/kota.
Tujuh persen dari yang telah diverifikasi tersebut, sebanyak 3.910 objek sudah ditetapkan oleh Pemda kabupaten/ kota menjadi cagar budaya. Selain itu, sebanyak 196 objek telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Kemendikbudristek.
Hilmar menjelaskan, sejak terbitnya Undang-Undang nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, ada salah satu permasalahan mendasar dalam penetapan cagar budaya. Masalahnya yaitu Pemda belum membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) untuk bekerja di wilayahnya. Hal ini karena keterbatasan anggaran pada Pemda untuk pembiayaan aktivitas TACB.
“Hingga saat ini, dari 548 pemerintah kabupaten/ kota, baru 207 kabupaten/kota yang telah mempekerjakan TACB. Sedangkan pada tingkat provinsi, sebanyak 31 pemerintah provinsi telah mempekerjakan TACB,” ungkap Hilmar.
Hilmar menyampaikan, pelestarian cagar budaya dimulai dari penetapan yang dilakukan oleh Bupati/Wali kota dan membutuhkan perhatian khusus dari Kementerian Dalam Negeri.
Selanjutnya, dalam hal pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan, pelestarian cagar budaya membutuhkan perhatian khusus dari Kementerian PUPR, Kemendikbudristek, dan pemangku kepentingan bidang kebudayaan.
Hilmar berharap, melalui seminar ini dapat terjalin koordinasi yang baik antara pemilik objek yang diusulkan sebagai cagar budaya dengan Pemda, Kemendikbudristek, dan kementerian lainnya yang terkait demi melestarikan cagar budaya.
“Kami harap dapat terjalin kesamaan persepsi dan kesatuan komitmen terhadap pelestarian cagar budaya yang menjadi tanggung jawab bersama, karena cagar budaya merupakan salah satu entitas budaya yang tidak hanya sebagai identitas namun ketahanan budaya dan diplomasi,” harap Hilmar.
Senada dengan Hilmar, Direktur Pelindungan Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Judi Wahyudin menuturkan bahwa cagar budaya tidak hanya dimanfaatkan untuk edukasi.
Menurut Judi, cagar budaya juga memperkuat kontribusi kebudayaan dalam rangka kesejahteraan masyarakat. Tidak sedikit cagar budaya menjadi lokus dan inspirasi usaha kerakyatan berbasis kearifan budaya lokal.
Terkait TACB, Judi mengapresiasi kepada Pemda yang telah membentuk TACB dan mendukung dengan mengalokasikan dana, membentuk SK, dan melakukan sertifikasi.
Tinggalkan Komentar