Warga NU Alumni UGM Desak PBNU Tolak Konsesi Tambang: Kembali Berkhidmah untuk Umat

warga-nu-alumni-ugm-desak-pbnu-tolak-konsesi-tambang-kembali-berkhidmah-untuk-umat

Lambang NU di depan Kantor PBNU/Foto: Deddi Nordiawan (Google)

Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerima jatah konsesi tambang mendapat respons dari warga NU alumni Universitas Gadjah Mada (UGM). Warga NU alumni UGM desak PBNU tolak konsesi tambang agar kembali berkhidmah untuk umat.

“Mendesak PBNU agar kembali berkhidmah untuk umat dengan tidak menerima konsesi tambang yang akan membuat NU terkooptasi menjadi bagian dari alat pemerintah untuk mengontrol masyarakat, serta terus mendorong penggunaan energi terbarukan,” ujar Heru Prasetia, perwakilan warga NU alumni UGM.

Dalam rilis pernyataan sikapnya, Heru mengatakan PBNU perlu menyadari dengan penuh empati bahwa dampak kerusakan akibat tambang paling banyak dirasakan oleh petani, peladang, dan nelayan yang kebanyakan adalah warga nahdliyin. Kelompok masyarakat ini seharusnya menjadi tempat/sisi bagi pengurus NU untuk berpihak.

Kegaduhan terjadi pada saat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Rincinya sebagai berikut:

Pasal 83A : pemberlakukan penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan.

Pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024 bertentangan dengan Pasal 75 Ayat (2) dan (3) UU Minerba dimana prioritas pemberian IUPK diberikan kepada Badan Usaha Milik Nasional (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Pasal 195B Ayat (2): Pemerintah dapat memberikan perpanjangan bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi Kontrak/Perjanjian selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 10 (sepuluh) tahun.

“Dalih bahwa menerima konsesi tambang adalah kebutuhan finansial untuk menghidupi roda organisasi harus dibuang jauh-jauh karena itu justru menunjukkan ketidakmampuan pengurus dalam mengelola potensi NU,” terang Heru.

Aktivis Yogyakarta itu menyampaikan pernyataan sikap bahwa warga NU alumni UGM menolak kebijakan pemerintah memberikan izin kepada organisasi keagamaan untuk mengelola pertambangan seperti ekstraksi batubara karena akan merusak organisasi keagamaan yang seharusnya menjaga marwah sebagai institusi yang bermoral.

Heru juga meminta pemerintah untuk membatalkan pemberian izin tambang pada ormas keagamaan karena berpotensi hanya akan menguntungkan segelintir elit ormas, serta menghilangkan tradisi kritis ormas.

“Pada akhirnya melemahkan organisasi keagamaan sebagai bagian dari kekuatan masyarakat sipil yang bisa mengontrol dan mengawasi pemerintah, atas ongkos yang sebagian besar akan ditanggung oleh nahdliyin [rakyat],” tegas Heru.

Warga NU alumni UGM mendesak PBNU untuk menolak kebijakan pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan dan membatalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah diajukan karena akan menjerumuskan NU pada kubangan dosa sosial dan ekologis.

“Meminta PBNU untuk menata organisasi secara lebih baik dan profesional dengan mendayagunakan potensi yang ada demi kemandirian ekonomi tanpa harus masuk dalam bisnis kotor tambang yang akan menjadi warisan kesesatan historis,” ucap Heru.

Pemerintah juga didesak untuk konsisten dengan agenda transisi energi Net Zero Energy 2060 yang di antaranya dengan meninggalkan batubara, baik sebagai komoditas ekspor maupun sumber energi primer, serta menciptakan enabling environment bagi tumbuhnya energi terbarukan melalui regulasi.

Kemudian, mendesak pemerintah untuk mengawal kebijakan, mengawasi, dan melakukan penegakan hukum lingkungan atas terjadinya kehancuran tatanan sosial dan ekologi seperti perampasan lahan, penggusuran, deforestasi, eksploitasi, korupsi, dan polusi, akibat aktivitas pertambangan batubara.

“Menyerukan seluruh elemen masyarakat untuk berkonsolidasi dan terus berupaya membatalkan peraturan yang rawan menyebabkan kebangkrutan sosial dan ekologi,” tandas Heru.

Exit mobile version