Ormas Keagamaan Potensi Dapat Jatah Tambang, PP Muhammadiyah Tidak Tergesa-gesa

ormas-keagamaan-potensi-dapat-jatah-tambang-pp-muhammadiyah-tidak-tergesa-gesa

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti/Foto: Dok. Muhammadiyah

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menanggapi adanya kemungkinan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dapat jatah mengelola tambang. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, mengatakan hal itu merupakan wewenang pemerintah.

“Kemungkinan Ormas Keagamaan mengelola tambang tidak otomatis karena harus memenuhi persyaratan,” ujar Mu’ti dilansir dari laman Muhammadiyah.

Mu’ti menegaskan, sampai saat ini tidak ada pembicaraan Pemerintah dengan Muhammadiyah terkait dengan kemungkinan pengelolaan tambang.

“Kalau ada penawaran resmi Pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan seksama,” kata Mu’ti.

Mu’ti menekankan, Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan juga negara.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membolehkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang di Indonesia. Ketentuan ini ditetapkan Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Beleid tersebut resmi diundangkan pada 30 Mei 2024.

Aturan yang mengizinkan ormas keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama (NU) hingga Muhammadiyah, untuk mengelola tambang tertuang dalam pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024. Ormas keagamaan kini bisa memiliki wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).

“Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan,” jelas pasal 83A ayat 1 beleid tersebut.

Pasal 83A ayat 2 kemudian menegaskan bahwa WIUPK tersebut berasal dari wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). PKP2B adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batu bara.

Ormas keagamaan dilarang sembarangan memindahkan izin atau kepemilikan sahamnya di badan usaha tersebut. Harus ada persetujuan menteri terkait terlebih dahulu.

“Izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri,” tulis pasal 83A ayat 3.

Ormas keagamaan yang mau mengelola pertambangan juga harus mencatatkan kepemilikan saham mayoritas di badan usaha. Dengan kata lain, mereka harus menjadi pengendali.

Selain itu, badan usaha milik ormas keagamaan yang mendapatkan IUPK dilarang bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya. Larangan tersebut juga berlaku terhadap afiliasi pemegang izin lama.

“Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku dalam jangka waktu 5 tahun sejak peraturan pemerintah ini berlaku,” tegas pasal 83A ayat 6.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam peraturan presiden,” tutup pasal 83A ayat 7 PP Nomor 25 Tahun 2024 itu

Exit mobile version