Mayoritas Warga Nahdliyin Terdampak Kerusakan Tambang, FNKSDA: Sikap PBNU Kontradiktif

mayoritas-warga-nahdliyin-terdampak-kerusakan-tambang-fnksda-sikap-pbnu-kontradiktif

Ilustrasi. Sikap kontradiktif PBNU menerima jatah konsesi tambang dari pemerintah/Foto: Dok. FNKSDA

Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) menilai sikap PBNU kontradiktif saat menerima jatah konsesi tambang dari pemerintah. Sebab, mayoritas warga nahdliyin di Indonesia terdampak kerusakan tambang.

“Di banyak tempat, yang menanggung akibat kerusakan lingkungan akibat pertambangan bukan elit PBNU tentu saja, melainkan rakyat di wilayah pertambangan atau bisa jadi mayoritas warga Nahdliyin sendiri seperti yang terjadi di Tumpang Pitu, Kendeng, Wadas hingga Trenggalek dan masih banyak lagi di tempat lain,” ujar Ayu Rikza, Koordinator Nasional FNKSDA, dalam rilis pernyataan sikap.

Rikza mengatakan, selama ini warga nahdliyyin mesti menghadapi destruktifnya industri pertambangan sendirian, tanpa kehadiran PBNU. Padahal, PBNU adalah organisasi keagamaan dibangga-banggakan dan elu-elukan petuah serta keberpihakannya kepada warga nahdliyyin.

Menurut Rikza, sikap PBNU yang menyambut hangat aturan yang mengizinkan organisasi keagamaan mengelola tambang tentu a historis dan patut dicurigai. Pernyataan Gus Yahya yang menyebut bahwa NU membutuhkan pertambangan sebagai salah satu sumber pemasukan (revenue) tak bisa dipercaya secara mentah-mentah.

“Pernyataan Gus Yahya salah kaprah. Jika memang PBNU menghendaki kemandirian ekonomi organisasi melalui bisnis tambang, yang jelas-jelas hukumnya telah ia haramkan karena merusak lingkungan pada muktamar Jombang 2015 lalu,” ucap Rikza.

Rikza menilai, muktamar itu tidak akan berarti banyak tanpa diiringi dengan kemandirian jamaahnya, yakni warga nahdliyin yang sebagian besar merupakan para petani kecil, petani tuna kisma, buruh upahan.

Rikza menyampaikan, secara umum, sebagian besar warga nahdliyyin itu bisa dikategorikan sebagai apa yang kerap disebut dengan kaum mustadl’afiin. Cita-cita kemandirian NU secara jam’iyah harus dibarengi dengan secara jamaah.

“Faktanya selama ini yang berperan secara dominan dalam membesarkan NU sebagai sebuah jam’iyyah adalah mereka para kiai dan ustadz kampung, ibu nyai pengurus majelis taklim, guru madrasah, imam musholla dan segenap warga Nahdliyin akar rumput yang bahkan jadi korban tambang. Sebagian besar dari mereka adalah petani dan kelas pekerja,” tandas Rikza.

Exit mobile version