‘Lord Luhut’ Kalah, Haris-Fatia Menang karena Tak Terbukti Bersalah

lord-luhut-kalah-haris-fatia-menang-tak-terbukti-bersalah

Suasana kemenangan Haris-Fatia atas kasus dugaan pencemaran nama baik Lord Luhut/Foto: Dok. KontraS

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak mengabulkan tuntutan Luhut Binsar Pandjaitan atas kasus pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Dalam sidang ini, ‘Lord Luhut’ kalah. Sedangkan Haris-Fatia menang karena tak terbukti bersalah, Senin (08/01/2024).

Cokorda Gede Arthana, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur membacakan amar putusan kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tersebut. Dalam amar itu, Cokorda menyebut Haris Azhar tidak terbukti bersalah.

“Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Haris Azhar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan penuntut umum dalam dakwaan pertama, dakwaan kedua primair, dakwaan kedua subsidair, dan dakwaan ketiga. Dua, membebaskan terdakwa Haris Azhar dari segala dakwaan. Tiga, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya,” ujar Cokorda.

Cokorda juga menyatakan bahwa Fatia Maulidiyanti tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Fatia juga dibebaskan dari segala dakwaan dan dipulihkan hak-haknya.

Sebelum membacakan amar putusan, Hakim Anggota, Muhammad Djohan Arifin, menjelaskan pertimbangan majelis hakim dalam memutus kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia (Menko Marves RI).

Djohan mengatakan, akar masalah dari kasus dugaan pencemaran nama baik kepada Luhut adalah studi kajian cepat berjudul “Ekonomi-Politik, Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya” oleh Koalisi Bersihkan Indonesia.

Studi itu kemudian dibahas dalam podcast di Channel YouTube HARIS AZHAR berjudul “ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!! JENDERAL BIN JUGA ADA!! NgeHAMtam”.

Menurut penjelasan Djohan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempersoalkan 3 hal dalam podcast yang berisi diskusi antara Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, dan Wirya Supriadi itu. Pertama, kalimat “Lord Luhut”. Kedua, kalimat “jadi Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini”. Ketiga, kalimat “jadi penjahat juga kita”.

Menurut Djohan, perkataan ‘Lord’ yang diletakkan sebelum nama Luhut Binsar Pandjaitan telah sering disematkan oleh media online. Bahkan, dalam perbincangan sehari-hari kata Lord Luhut sering diucapkan, namun tidak menimbulkan suatu permasalahan bagi saksi Luhut Binsar Panjaitan.

“Menimbang bahwa kata ‘Lord’ yang berasal dari bahasa inggris artinya ‘Yang Mulia’ adalah sebutan bagi orang atau Tuan yang memiliki wewenang, kendali, atau kuasa atas yang lain selaku majikan, pemimpin, atau penguasa,” ujar Djohan.

Djohan menyampaikan, kata ‘Lord’ bukanlah jujukan kepada personal saksi Luhut, tetapi lebih kepada posisi saksi Luhut sebagai salah seorang menteri di kabinet Presiden Jokowi.

Luhut mendapatkan banyak kepercayaan dari presiden untuk menduduki atau mengurusi hal-hal tertentu di bidang pemerintahan maupun di bidang kedaruratan. Seperti, masa Covid-19 sedang merebah di Indonesia.

“Menimbang bahwa, dengan demikian, Majelis Hakim menilai frasa kata ‘Lord’ pada saksi Luhut Binsar Pandjaitan bukanlah dimaksudkan sebagai suatu penghinaan atau pencemaran nama baik, karena kata ‘Lord’ bukanlah kata yang menggambarkan diksi buruk atau jelek atau hinaan atas keadaan fisik atau psikis seseorang. Tapi merujuk pada status atau posisi seseorang yang berhubungan dengan kedudukannya,” terang Djohan.

Berikutnya, kalimat “jadi Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini”. Djohan mengatakan, kalimat itu adalah hal yang tidak dapat diingkari oleh Luhut. Karena terbukti, 99% saham PT Tobacom Del Mandiri (anak perusahaan PT Toba Sejahtera) di tanah Papua dimiliki oleh Luhut.

Kemudian, Djohan mengatakan kalimat “jadi penjahat juga kita” merujuk kepada tiga perusahaan, yaitu PT Antam, PT FI, dan PT Toba Sejahtera. Dalam obrolannya, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ingin mengambil alih perusahaan-perusahaan tambang itu.

Lalu, Fatia menanggapi “jadi penjahat juga kita”. Sehingga, kalimat itu tidak merujuk kepada Luhut. Sebab, Luhut mengakui hanya berkaitan dan memiliki saham di PT Toba Sejahtera saja, bukan PT Antam dan PT FI.

“Maka Majelis Hakim berpendapat perbincangan Haris Azhar dengan Fatia Maulidiyanti dan Owi [Wirya Supriadi] bukanlah termasuk dalam kategori penghinaan, dan/atau pencemaran nama baik oleh karena hal yang ditemukan dalam video podcast merupakan telaah, komentar, analisa, pendapat, dan penilaian atas hasil kajian cepat yang dilakukan koalisi masyarakat sipil,” tandas Djohan.

Exit mobile version