Seniman Asal Brebes Pentas Wayang Tolak Tambang Emas di Trenggalek

seniman brebes pentas wayang tolak tambang emas trenggalek

Pentas wayang tolak tambang emas di Trenggalek/Foto: Serikat Suket

Perjuangan masyarakat Trenggalek untuk menjaga alam dari ancaman kerusakan oleh tambang emas PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) dan investornya Far East Gold (FEG) Australia, memantik solidaritas dari kalangan seniman.

Rabu, 04 Oktober 2023, pukul 20.00 WIB, pementasan wayang sakelebat digelar di Shelter Gallery Karangsoko, Kabupaten Trenggalek. Malam itu, seniman asal Brebes pentas wayang tolak tambang emas di Trenggalek.

Dua seniman asal Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, itu adalah Arief Mujahidin dan Sandy Okap. Mereka tergabung dalam kolektif seniman Brebes ArtDictive. Berkolaborasi dengan Serikat Suket, kolektif seniman Trenggalek, mereka mementaskan karya wayangan dengan judul “Nek Pingin Netel Alase Kudu Kethel”.

Arief menceritakan, pementasan wayang itu menampilkan dua petani yang bernama Jaya dan Makmur. Jaya merupakan sosok petani yang kekeh menolak tambang. Sedangkan Makmur adalah petani yang masih ragu-ragu untuk menolak atau menerima tambang.

“Salah satu petani itu [Makmur], ada yang mencoba mencari keuntungan dari tambang. Cuman, akhirnya dinasihati oleh temennya [Jaya] untuk tetep menolak tambang. Karena efek tambangnya gak bagus untuk ekologi,” ujar Arief kepada Kabar Trenggalek.

Sementara itu, Arief menggambarkan sosok penambang emas dengan tiga orang yang menaiki kendaraan alat berat. Kemudian, terjadi pertempuran hebat antara para petani dengan penambang emas itu.

Alat beratnya digambarkan seperti monster. Ada gunungan wayang yang ditancap oleh sekop alat berat, sehingga terlihat seperti sosok buto atau raksasa. Buto itu menghadap ke petani, rumah, dan lahan pertaniannya. Maknanya dari gunungan tersebut yaitu suatu ancaman bagi keberlangsungan masyarakat Trenggalek yang mayoritasnya petani.

“Petani itu kami gambarkan menunduk. Jadi mereka seperti tidak melihat ancaman itu. Saya pikir, kita harus ngasih tahu ancaman itu nyata bagi masyarakat. Ada Buto yang akan menerkam,” cerita Arief.

Sedangkan di bagian bawah gunungan wayang, ada hasil bumi dari Trenggalek, seperti durian, padi, jagung, dan banyak lainnya. Arief menjelaskan, hasil bumi merupakan “emas” yang sesungguhnya, bukan emas hasil industri ekstraktif perusak lingkungan.

“Sebenarnya masyarakat kita sudah menghasilkan emas sendiri dari hasil bumi yang melimpah. Semakin kita rawat kan semakin berlimpah hasilnya dan tidak merusak lingkungan,” terang Arief.

Oleh karena itu, judul karya wayang ini adalah “Nek Pingin Netel Alase Kudu Kethel”. Artinya, kalau kita pengin makan, hutannya harus lebat.

“Kalau kita pengen tetep makan, ya hutannya harus tetep hijau. Kalau kita merusak alam [untuk mendapatkan emas], ya akan sementara. Harapannya, masyarakat Trenggalek akan bisa menghalau para penambang itu, mempertahankan tanahnya, airnya,” ucap Arief.

Pentas ke Jakarta

Pementasan wayang sakelebat di Shelter Gallery Karangsoko/Foto: Serikat Suket

Pentas wayang sakelebat tentang penolakan tambang emas di Trenggalek yang digelar Brebes ArtDictive bersama Serikat Suket malam itu sudah yang keempat kalinya. Sebelumnya, mereka sudah pentas di Kantin Wall Wull, Alun-Alun Trenggalek, dan Omah Gladak.

Para seniman Brebes ArtDictive dan Serikat Suket sedang mengikuti program residensi Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2023 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Tujuan akhirnya, karya seni dari Brebes ArtDictive dan Serikat Suket tentang wayangan tolak tambang emas Trenggalek akan dipentaskan di Puncak PKN 2023. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 20 hingga 30 Oktober 2023 di Jakarta, tepatnya di Galeri Nasional Indonesia.

Brebes ArtDictive dan Serikat Suket masuk ke dalam 10 kolektif seni yang dikurasi dari 101 jaringan tur zine “Lawatan Jalan Terus” oleh Kolektif Hysteria. Sepuluh kolektif seni itu adalah Gothak-gathuk (Magelang), Brebes Artdictive (Brebes), Ruang Atas (Sukoharjo), ABDW Project (Gunung Kidul), Prewangan (Tuban), Gulung Tukar (Tulungagung), Noirlab (Bogor), Serikat Suket (Trenggalek), Kamart Kecil (Jepara), dan Susuhan Art Farm (Kediri).

“Seniman dari Brebes residensi ke Trenggalek. Trenggalek residensi ke Magelang. Terus Magelang residensi ke Tuban. Jadi kami silang residensi antar seniman, ada 10 kelompok di kurator Hysteria,” kata Arief.

Arief mengungkapkan alasannya memilih isu tambang emas di Trenggalek sebagai tema karya seni wayangnya. Ia ingin menyampaikan bagaimana isu pertambangan emas di Trenggalek bisa dikabarkan lebih luas lagi.

“Saya pikir, wayang ini juga media yang mudah-mudahan bisa menjadi alat kita untuk berkomunikasi bahwa di Trenggalek itu ada tambang emas yang cukup membahayakan untuk ekologi. Saya pikir dengan menggunakan media wayang itu, sosialisasi tentang bahaya tambang terhadap masyarakat itu lebih mudah diterima,” terang Arief.

Catatan Redaksi:

Berita ini diadukan oleh PT SMN serta telah dinilai Dewan Pers melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber. Dewan Pers menilai, berita ini melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik, karena tidak berimbang, tidak uji informasi dan memuat opini yang menghakimi. Berita ini juga tidak sesuai dengan butir 2 huruf a dan b, Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber terkait verifikasi dan keberimbangan berita, bahwa setiap berita harus melalui verifikasi, serta berita yang merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.

Exit mobile version