Revisi UU Pilkada, Cegah Kekosongan 545 Kepala Daerah di Indonesia Tahun 2025

revisi uu pilkada cegah kekosongan 545 kepala daerah 2025

Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas (tengah)/Foto: DPR RI

Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada November 2024 bakal berdampak kepada kekosongan kepala daerah. Diperkirakan, ada 545 daerah yang tidak memiliki kepala daerah pada tahun 2025. Oleh karena itu, ada usulan revisi UU Pilkada.

Revisi tersebut diusulkan oleh Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Ruang Rapat Baleg, Nusantara I DPR Senayan, Jakarta, Senin (23/10/2023).

DPR menyelenggarakan Rapat Pleno Penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Supratman Andi Agtas, Ketua Baleg DPR RI, menjelaskan rapat itu dilakukan untuk mendengarkan penjelasan dari tenaga ahli mengenai butir-butir yang akan diubah dalam UU Pilkada. Perubahan norma, dilakukan berdasarkan hasil Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Penyesuaian norma pada UU ini dilakukan berdasarkan hasil putusan MK, karena itu kami [baleg] memasukkan usul Perubahan UU tentang Pilkada ini ke dalam kumulatif terbuka,” kata Supratman dalam rilis resmi DPR RI.

Supratman menyampaikan, materi yang akan diubah dalam UU ialah mengenai Jadwal Pilkada dan Jadwal Pelantikan. Ia mengusulkan, Jadwal Pilkada akan dimajukan dari bulan November menjadi bulan September.

“Rapat hari ini kami mendengarkan penjelasan tenaga ahli dan menampung masukan dari Anggota Baleg, Pengambilan keputusan kami sepakati pada saat masa sidang yang akan datang,” ucapnya.

Dalam rapat pleno itu, beberapa anggota BALEG menyampaikan masukan atas penjelasan tenaga ahli tentang penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Anggota Baleg DPR RI, Heri Gunawan, menilai percepatan pilkada untuk menghindari kekosongan kepala daerah. Ia mengatakan, tujuan percepatan penyelenggaraan Pilkada untuk mensinkronkan agenda politik antara pemilu dan pilkada.

Saat ini, ada 101 daerah dan 4 daerah otonom baru di Papua dan Papua Barat yang diisi oleh pejabat kepala daerah sejak tahun 2022. Lalu, ada 170 daerah yang diisi oleh pejabat kepala daerah pada tahun 2023. Serta, 270 kepala daerah hasil pemilihan tahun 2020 yang akan berakhir 31 Desember 2024.

“Jika Pilkada diselenggarakan pada November 2024, maka tanggal 1 Januari 2025 terdapat 545 daerah tidak memiliki kepala daerah definitif. Penyesuaian ini merupakan antisipasi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025,” ungkap Heri.

Sebelumnya, tenaga ahli baleg memaparkan, berdasarkan aspek filosofisnya, perubahan UU Pilkada disebabkan karena seluruh kepala daerah secara definitif akan berakhir masa jabatannya pada tanggal 31 Desember 2024 kecuali DIY. Sehingga, perlu ada penyesuaian terhadap tata kelola. Jika tidak dilakukan, berpotensi melemahkan dari stabilitas pemerintahan negara.

Kemudian, berdasarkan aspek sosiologis, perlu ada sinkronisasi dan penyelarasan terhadap pelantikan kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah daerah. Atas dasar itu, UU nomor 1 tahun 2015 dilakukan perubahan. Tercatat, perubahan ini adalah yang keempat kalinya.

Berdasarkan program legislasi nasional prioritas tahun 2023-2024, RUU Pilkada belum masuk list Program Prioritas. Oleh karena itu, baleg mendasarkan kepada aspek kumulatif terbuka berdasarkan putusan MK.

Dalam RUU Pilkada, ada 2 materi muatan yang coba dimasukkan. Pertama, putusan MK yang mengubah frasa panwas kabupaten/kota menjadi badan pengawas pemilu. Serta syarat calon kepala daerah sebagaimana putusan nomor 56 tahun 2019 terkait dengan yang terpidana.

Exit mobile version