Festival Keadilan: Fatia – Haris Azhar ke Trenggalek Dukung Perjuangan Tolak Tambang Emas

festival keadilan fatia haris azhar ke trenggalek tambang

Poster Festival Keadilan Trenggalek/Foto: @rakyattrenggalek (Instagram)

Roadshow Festival Keadilan ke hadir di Kabupaten Trenggalek hari ini, Jumat (15/09/2023). Dalam kegiatan ini, turut hadir Fatia – Haris Azhar ke Trenggalek. Tema diskusi publik Festival Keadilan yaitu ‘Menjaga Alam Trenggalek dari Ancaman Tambang Emas Terbesar di Pulau Jawa‘.

Aliansi Rakyat Trenggalek dalam rilis resmi di Instagram @rakyattrenggalek, menyebutkan Festival Keadilan ini terbuka untuk masyarakat umum. Kegiatan dimulai pukul 19.00 – 22.00 WIB di Gedung Bhawarasa Trenggalek.

Hadir sebagai narasumber Festival Keadilan yaitu, Mochamad Nur Arifin (Bupati Trenggalek), Gus Zaki (Ketua Ansor Trenggalek), Yayum Kumai (Kader Hijau Muhammadiyah), Eko Prasetyo (Founder Social Movement Institute), Fatia Maulidiyanti (Koordinator Kontras 2020-2023), dan Haris Azhar (Direktur Eksekutif Lokataru).

Soeripto, juru bicara Aliansi Rakyat Trenggalek, menyampaikan Festival Keadilan ini dilaksanakan sebagai bentuk komitment kekuatas Civil Society Organization (CSO) untuk memperjuangkan ruang hidup yang terancam tambang emas PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) dan investornya Far East Gold (FEG).

Izin eksploitasi tambang emas PT SMN dengan konsesi seluas 12.813,41 hektare mencaplok 9 dari 14 kecamatan di Kabupaten Trenggalek. Mulai dari Kecamatan Kampak, Watulimo, Dongko, Suruh, Gandusari, Karangan, Tugu, Pule, hingga Munjungan. WALHI Jawa Timur mencatat konsesi PT SMN di Trenggalek sebagai tambang emas terbesar di Pulau Jawa.

“Diterbitkannya IUP-OP [Izin Usaha Pertambangan – Operasi Produksi/Eksploitasi] sejak 2019 oleh Gubernur Jawa Timur telah melukai rasa keadilan rakyat Trenggalek yang lingkungan hidupnya terancam. Karena ada banyak kawasan lindung yang tustru dilanggar oleh pemerintah sendiri hanya demi investasi yang keuntungannya tidak sebanding dengan dampak buruk yang harus ditanggung oleh masyarakat,” jelas Soeripto.

Soeripto menilai, tambang emas PT SMN berpotensi merugikan berbagai aspek. Mulai lingkungan/ekologi, kesehatan, ekonomi, pertanian, budaya, sosial, hingga politik di Trenggalek.

“Dari aspek ekologi akan merusak kawasan lindung semoadsn mata air, sempadan sungai, resapan air, ekosistem kars, hutan lindung, kawasan rawan bencana longsor, pelestarian alam [goa, gunung, air terjun] dan rusaknya terumbu karang akibat banjir lumpur,” ujar Ketua STAI Muhammadiyah Tulungagung itu.

Dari aspek kesehatan, tambang emas akan mengancam keselamatan jiwa manusia, karena racun sianida yang dipergunakan tambang emas akan bermuara di laut yang mengalir dari 4 Sub Daerah Aliran Sungai (DAS). Mulai dari DAS Tumpak Nongko ke Munjungan, Konang ke Panggul, Ngemplak ke Prigi, serta Niana ke Tulungagung.

Kemudian, dari aspek ekonomi akan mengancam hilangnya pendapatan petani yang airnya tergantung dari aliran 4 Sub DAS bersumber dari hulu di wilayah konsesi tambang emas. Karena, ciri khas tambang emas adalah rakus air dan lahan. Ketika lahan konsesi dikeruk, akan mematikan sumber mata air. Selain itu, bagi nelayan, pendapatan dari melaut juga terancam karena terumbu karangnya yang menjadi sarang berlindung bagi ikan kecil tertimbun lumpur.

“Bagi kebun durian juga akan mengalami kehancuran. Pada gilirannnya posisi Trenggalek yang telah ditetspkan sebagai ‘International Durio Forestry’ akan tinggal kenangan. Karena hilangnya goa yang nenjadi rumah bagi kelelawar yang sangat berperan penting bagi penyerbukan bunga durian untuk bisa berkembang menjadi buah,” terang Soeripto.

Menurut Soeripto, tambang emas PT SMN juga berpotensi memberi dampak terhadap aspek budaya, sosial dan politik. Secara politik stabilitas pemerintahan dan keananan akan terganggu, sehingga pemerintah tidak bisa fokus menjalankan program kebijakannya.

“Dari aspek budaya mengancam peninggalan sejarah situs cagar budaya di Prasasti Kampak di Kecamatan Kampak. Secara sosial akan terjadi konflik di masyarakat yang berupaya mempertahankan ruang hidupnya,” ucap Soeripto.

Oleh karena itu, melalui Festival Keadilan ini, Aliansi Rakyat Trenggalek ingin mendapatkan dukungan untuk menjaga alam dari ancaman tambang emas terbesar di Pulau Jawa. Masyarakat ingin menggalang solidaritas untuk melindungi ruang hidup lingkungan kami serta melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan akibat masuknya tambang emas secara paksa ke rumah mereka.

“Harapannya bisa terbangun solidaritas dan jejaring gerakan untuk mengetuk hati pemerintah agar IUP OP dicabut,” tegas Soeripto.

Awan, anggota Festival Keadilan, mengatakan kegiatan ini dilatarbelakangi oleh semakin menyusutnya ruang demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia. Festival Keadilan dilakukan demi memfasilitasi gerakan masyarakat sipil yang dibangun secara bersama-sama di berbagai daerah.

“Kami menganggap bahwa oposisi kekuasaan yang kritis adalah hal mutlak yang harus disuarakan kembali bersama-sama,” ujar Awan.

Awan menyampaikan, tujuan Festival Keadilan sebagai bentuk solidaritas terhadap korban pelanggaran Hak Asasi Manusia baik di nasional hingga di masyarakat lokal. Serta untuk memantik kekuatan rakyat di daerah untuk bersatu melawan ketidakadilan.

“Karena di Trenggalek ada tambang emas dan warga menolak tambang itu. Kami merasa perlu untuk menyuarakan perjuangan warga Trenggalek yang sedang berjuang menjaga alam,” tandas Awan.

Exit mobile version