Penanganan Limbah Pindang di Trenggalek, Dinas Saling Lempar Bola

penanganan limbah pindang di trenggalek dinas saling lempar

Demo tolak limbah pemindangan di Trenggalek/Foto: Kabar Trenggalek

Penanganan limbah pindang di Kota Alen-Alen Trenggalek sejak 2018 silam belum ada ujung yang konkret. Pasalnya, hingga hari ini masyarakat masih mencium aroma busuk dari limbah pemindangan ikan

Bagaikan permainan bola, tak ada satupun bola yang dipegang pemerintah dalam menangani limbah pindang. Hal itu mencuat kala solusi pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) belum menuai hasil konkret.  

Pasalnya, masyarakat masih hidup berdampingan dengan limbah pindang, bau busuk dan berdampak pada kesehatan nampak dicurahkan kala wadul ke DPRD Trenggalek, Rabu (03/02/2023) pekan lalu. 

Relokasi sentra industri bengkorok jadi solusi kunci. Namun, masih ada pengusaha pindang yang menetap di area pemukiman. Tercatat 12 pengusaha yang mewarnai dalam pemukiman. 

Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) dan Dinas Perikanan (Diskan) Trenggalek memberikan dua opsi penanganan jangka pendek dan panjang. Sayangnya, masyarakat menilai dua opsi itu tidak dijalankan dengan maksimal. 

Tanda itu diperkuat dengan aksi warga terdampak limbah pindang warga Desa Margomulyo, Kecamatan Watulimo, dan Aliansi Rakyat Peduli Trenggalek (ARPT). Masyarakat kembali sambangi Dinas PKPLH Trenggalek, pada Senin (06/02/2023). 

Muyono Piranata, Kepala Dinas PKPLH Trenggalek, mengaku bahwa tuntutan massa aksi bakal ditindaklanjuti. Dengan janji bahwa pada tahun 2023 limbah pindang diangkut ke sentra industri bengkorok. Kemudian pada 2024 pengusaha pindang di pemukiman harus tutup. 

“Pengajuan tangki kami rapat di sini belum menemui hasil. Kalau sesuai dengan tugas dan fungsi (Tusi) kami tidak boleh melakukan pengangkutan limbah. Tusi kami adalah pengawasan, pencegahan dan pengendalian. Untuk mengangkut limbah harus ada izinnya,” terangnya kepada awak media. 

Namun, Muyono pesimis jika permasalahan itu diselesaikan dengan pengangkutan limbah di sentra industri bengkorok. Dirinya tak menafikan kondisi saat ini IPAL bengkorok belum bisa menampung limbah secara berlebihan. 

“Kapasitas (IPAL) belum mencukupi, kami khawatir jika produksi tinggi akan memindahkan masalah baru. Sementara untuk lokasi relokasi sebenarnya kami sudah siap. Untuk pengusulan tangki masih kami bahas kemudian kebijakan nantinya kami bawa ke Bupati,” tegas Muyono. 

Muyono menyampaikan, dalam jangka dekat Dinas PKPLH Trenggalek akan merealisasikan tuntutan masyarakat untuk menyumbat saluran limbah. Ia juga menampik bahwa dulu Dinas PKPLH Trenggalek merekomendasikan pembelian IPAL. 

“Kami tidak menunjuk soal IPAL, kami hanya menunjuk orang yang paham IPAL dan tidak ada keharusan membeli IPAL tersebut,” tandasnya menampik tuduhan warga Margomulyo dan ARPT. 

Mustaghfirin, koordinator aksi, menegaskan bahwa nota kesepakatan tersebut sebagai solusi kunci untuk melihat bagaimana komitmen dinas terkait dalam menangani limbah pindang yang selama 5 tahun ia perjuangkan. 

“Kami mengeluarkan nota kesepakatan lanjutan, artinya siap bertanggung jawab moral materil, sosial dan hukum. Nota kesepakatan itu juga jaminan kepada masyarakat,” tegas Firin, sapaan akrabnya, saat dikonfirmasi awak media.

Perjuangan lama soal limbah pindang sehingga membuat Firin hafal tentang iklim Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek yang hanya menyiasati dalam penanganan kepada masyarakat. 

Firin memperjelas pada Februari 2023, secara tegas hasil kesepakatan bersama jalur limbah yang dibuang di sungai akan ditutup menggunakan cor semen, agar tak mencemari.

“Kami cor biar tidak kecolongan lagi, karena biasanya pengusaha dikocor sedikit-sedikit demi melancarkan pembuangan limbah pindang,” ujarnya mengakhiri wawancara.  

Exit mobile version